Pada hari Rabu, 13 Oktober 2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan permohonan uji materi atas UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum, terhadap UUD 1945. Permohonan itu diajukan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) serta sejumlah pemohon lain.
Dengan mengabulkan gugatan pemohon, Mahkamah Konstitusi telah membuat kejaksaan tak memiliki lagi taji dan wewenang untuk melarang penerbitan buku.
Sementara, selama hampir setengah abad, rezim-rezim yang memerintah negeri ini menggunakan UU No 4/PNPS/1963 tersebut sebagai dasar hukum untuk memberangus kebebasan berekpresi warga. Dalam kurun waktu tersebut lebih dari dua ribu judul buku yang diproduksi dengan tujuan menyampaikan informasi, hasil-hasil studi, pendapat, cita-cita, dan refleksi, dilarang dan dibakar oleh penguasa.
Untuk merayakan pencabutan pelarangan buku tersebut, Penerbit Arung Aksara menerbitkan kembali buku yang pada tahun 2001 masuk ke dalam daftar buku-buku yang dibakar oleh Aliansi Anti Komunis.
Buku ini tidak dijual di toko buku. Melainkan secara gerilya dari tangan ke tangan, atau melalui kiriman paket. Sebab jika lewat toko buku harganya bisa naik dua kali lipat.
Ada pun spesifikasi buku tersebut:
Judul Buku: Melenyapnya Negara, Perspektif Lenin
Penulis: Edy Haryadi
Kata Pengantar: Budiman Sudjatmiko
Harga buku: Rp 50.000/eksemplar
Ongkos kirim: Rp 15.000 (khusus luar Jakarta)
Dalam kota Jakarta : Cash On Delivery (bayar setelah buku diterima)
Kontak/WA Penjual: 0813 10 274 674
*****
Resensi Buku
NEGARA DALAM PANDANGAN LENIN
Sumber: KOMPAS, Minggu, 05-11-2000. Halaman: 5
Judul : Melenyapnya Negara, Perspektif Lenin
Penulis : Edy Haryadi
Kata Pengantar: Budiman Sudjatmiko
Penerbit : Komunitas Studi untuk Perubahan
Edisi : September 2000
Tebal : (xxi + 153) halaman
EFORIA wacana kiri nampaknya sedang melanda khasanah penerbitan buku di Indonesia. Hadirnya buku Pemikiran Karl Marx yang ditulis oleh Frans Magnis-Suseno pada pertengahan tahun 1999, seakan menjadi pembuka bagi kemunculan buku-buku yang banyak mengupas pemikiran dari tokoh-tokoh kiri. Sebut saja seperti buku Madilog karya Tan Malaka, Che Guevara Sang Revolusioner, dan Zaman Bergerak yang mengupas sosok dan pemikiran Semaun tokoh PKI, dan masih banyak lagi yang lain.
Membongkar wacana kiri, rasanya belum lengkap kalau tidak menghadirkan tokoh yang satu ini. Dialah seorang revolusioner yang dilahirkan pada tanggal 10 April 1870 di kota Simbrisk, bernama Vladimir Ilyich Lenin. Buku tentang Lenin yang ditulis oleh Edy Haryadi ini, mencoba menghadirkan sosok dan pemikiran tokoh revolusi Rusia itu, terutama teori negara yang pernah menjadi cikal bakal berdirinya negara Uni Sovyet.
***
TEORI Negara yang dikemukakan Lenin berdasarkan teori Marxis yang intinya bahwa negara adalah alat dari sebuah kelas yang berkuasa. Karena itu, menurut Marx, negara bukanlah lembaga di atas masyarakat yang mengatur masyarakat tanpa pamrih, melainkan alat dalam tangan kelas-kelas atas, untuk mengamankan kekuasaan mereka.
Jadi negara pertama-tama tidak bertindak demi kepentingan umum, melainkan demi kepentingan kelas-kelas atas (F.M. Suseno, 199: 120). Dengan dasar-dasar inilah kemudian Lenin dalam level praktis merumuskan teori Marxis ketika terjadi perdebatan dengan kaum anarkis dan kaum sosialis reformis yang dituangkan dalam buku berjudul Negara dan Revolusi.
Buku yang ditulis Lenin bulan Agustus-September 1917 memuat secara khusus soal “melenyapkan negara.” Keberadaan buku ini setidaknya bisa digunakan dalam dua hal. Pertama, sebagai kritik keluar (terhadap teori-teori borjuis) yang mengatakan bahwa “adanya negara adalah untuk mendamaikan kelas-kelas”. Kedua sebagai kritik ke dalam, atau ditujukan untuk “memurnikan” teori negara Marxis terhadap unsur-unsur disintepretasi, baik dari para revisionis, maupun yang anarkis seperti Kautsky dan Proudhon (hal 116-117).
Hal itulah yang kemudian membedakan Lenin dengan teoritisi Marxis lainnya setelah Marx meninggal. Pemurnian kembali teori Marxis bagi Lenin mempunyai arti penting, karena dia percaya: Tanpa teori revolusioner tidak mungkin ada gerakan revolusioner.
Pandangan Marxis yang menyatakan bahwa sejarah dari dulu hingga sekarang selalu ditandai oleh pertentangan antarkelas menjadi dasar utama dalam teori negara yang dikemukakan Lenin. Hal ini dikatakannya dalam pidato di depan Kongres III Liga Komunis yang dihadiri oleh 600 orang delegasi pada tanggal 2 Oktober 1920.
Saat itu Lenin berkata bahwa masyarakat lama dibangun berdasar prinsip merampok atau dirampok, bekerja pada orang lain atau membuat orang lain bekerja padamu, menjadi pemilik budak atau seorang budak. Menurut Lenin, kondisi seperti itulah yang merendahkan umat manusia, dan perlu ada perjuangan untuk meninggikan martabat manusia, yaitu melalui revolusi.
Maka dari itu, Lenin menambahkan bahwa revolusi adalah festival dari kaum tertindas dan terhisap. Tidak akan pernah massa rakyat sanggup tampil ke depan dan berperan aktif sebagai pencipta sistem sosial baru, kecuali pada waktu revolusi (hal 122).
Dengan revolusi inilah kaum proletar akan merebut kekuasaan negara dan mendirikan pemerintahan diktaktur proletariat. Artinya dengan menggunakan kekuasaan negara, kaum proletar akan menindas kaum kapitalis agar mereka jangan sampai menggunakan kekayaan dan fasilitas yang dimilikinya untuk menggagalkan revolusi proletariat dan mengembalikan keadaan lama (F.M. Suseno 1999: 169)
Jadi kediktaktoran proletariat perlu untuk mencegah segala kemungkinan sebuah revolusi balasan dari sisa-sisa kaum kapitalis. Dengan demikian hak milik atas tanah dan pabrik-pabrik serta alat-alat produksi lainnya menjadi milik negara.
Tujuan yang diharapkan adalah hilangnya perbedaan kelas dalam masyarakat dan dengan sendirinya kediktaktoran proletariat juga hilang karena tidak ada kelas-kelas yang perlu diawasi dan ditindas lagi. Dengan hilangnya kelas-kelas dalam masyarakat, negara menjadi kehilangan relevansinya. Negara kemudian “melenyap” (hal 26).
Dalam pandangan Marx, melenyapnya negara berkaitan erat dengan tahap-tahap dalam ekonomi. Tahap pertama adalah masyarakat sosialis di mana “setiap orang memiliki hak yang sama atas hasil kerja yang sama.” Tahap berikutnya adalah masyarakat komunis yaitu ketika perlawanan kaum kapitalis sudah lenyap karena tidak ada lagi kelas-kelas, barulah negara melenyap. Oleh karena itu untuk melenyapkan sama sekali negara, dibutuhkan komunisme yang penuh (hal 133).
***
KEBESARAN nama Uni Sovyet dalam percaturan politik dunia, tidak akan lepas dari nama Lenin. Kelahiran Uni Republik Sosialis Sovyet (URRS) yang merupakan usulan Lenin pada bulan Desember 1922, adalah hasil revolusi rakyat Rusia pada tahun 1917 yang berhasil menggulingkan Tsar serta menghancurkan feodalisme dan kekuasaan aristokrasi. Revolusi itu tergolong lambat dibandingkan dengan revolusi yang terjadi di Inggris dan Perancis (hal 46).
Awal keterlibatan Lenin dalam memperjuangkan nasib kelas buruh dimulai setelah ia dikeluarkan dari Universitas Kazan. Pada tahun 1893, Lenin pergi ke St Petersbrug, dan pada tahun 1895 ia mendirikan ‘Liga Pembebasan Kelas Buruh (LPKB)’ yang memiliki arti penting bagi perjuangan kelas buruh.
Akibat dari aktivitasnya, Lenin dan para pemimpin LPKB ditangkap oleh pemerintah Tsar tahun 1895. Walaupun hidup dalam penjara, Lenin tetap melakukan kerja-kerja revolusionernya; ia menulis sebuah pamflet yang berjudul Mogok (On Strike) dan leaflet yang berjudul Pada Pemerintah Tsar yang isinya membeberkan penindasan penguasa (hal 53).
Pada tahun 1894 melalui bukunya yang berjudul What the Friend the People are dan How They Fight the Social Democrat, Lenin mengajukan gagasan bahwa kelas buruh dan kaum tani adalah dua kekuatan besar yang sanggup menggulingkan kekuatan Tsar. Gagasan ini kemudian diwujudkan dengan dibentuknya Partai Marxis Rusia yang mempunyai program nasionalisasi tanah dan membentuk diktaktur proletariat.
Partai itu mengalami perkembangan yang begitu pesat, dan pada saat diadakannya kongres kedua PBSDR tanggal 17 Juli 1903 di London, mayoritas peserta kongres menerima usulan program-program dari Lenin. Sejak itulah Lenin dan para pengikutnya disebut kaum Bolshevik (kaum Mayoritas) dan saingan mereka disebut kaum Menshevik (kaum minoritas).
Pertentangan antara dua kubu ini terus berlangsung setelah berakhirnya kongres. Dan melalui bukunya yang berjudul One Step Forward, Two Steps back, Lenin menelanjangi pandangan-pandangan kaum Menshevik. Buku yang dipublikasikan pada bulan Mei 1904, menjelaskan prinsip-prinsip organisasi yang bisa membantu atau memandu PBSDR (hal 62).
Keberhasilan Revolusi Oktober 1917 merupakan bukti bahwa taktik ala pabrik model Lenin-lah yang berhasil membawa Bolshevik mencapai kemenangan untuk menggulingkan Pemerintahan Sementara. Yang dilakukan Lenin ketika berhasil merebut kekuasaan pertama-tama adalah mengganti aparatur serta jaringan orang-orang yang loyal pada Tsar sebagai agen eksekutif untuk tugas pemerintahan (hal 77).
Tantangan yang harus dihadapi oleh Lenin selain berasal dari kekuatan luar (Jerman) juga berasal dari dalam sendiri (pendukung Tsar dan unsur Pemerintahan Sementara) yang didukung oleh Inggris, Perancis, Jepang, dan Amerika. Mereka ingin menggulingkan kekuasaan Sovyet Rusia dan menghidupkan kembali sistem borjuis (hal 79).
Pada masa itulah kondisi ekonomi di Sovyet mengalami krisis yang hebat. Banyak terjadi kekurangan daging dan roti serta kelaparan yang melanda kaum buruh dan pabrik-pabrik berhenti berproduksi karena kekurangan bahan baku dan bahan bakar. Dengan semboyan “Semuanya untuk front!” serta dengan menerapkan kebijakan “Komunisme Perang.” Lenin dapat mempertahankan pemerintahan Sovyet dari jurang kehancuran (hal 80).
Kesungguhan Lenin dalam membangun Sovyet patut dijadikan teladan. Kehidupannya yang susah di zaman Tsar, pekerjaan yang sangat berat dalam bidang teori maupun praktek dan akibat lukanya karena percobaan pembunuhan, menyebabkan kondisi yang buruk bagi Lenin. Pada tanggal 21 Januari 1924 jam 06.50 pagi, seluruh rakyat pekerja Rusia bersedih karena sang Revolusioner itu meninggal. Lenin mengalami pembekuan urat-urat otak yang mencapai tingkat pengapuran karena penggunaan tenaga jauh melewati batas. Semua dokter yang menghadiri pemeriksaan mayat Lenin sangat heran ketika melihat otaknya (hal 45).
(Akhmad Fauzie, staf Eros: Psychology and Social Change Studies)
sumber: http://penerbitarungaksara.wordpress.com/2010/11/25/stop-press-cetak-ulang-karya-lenin/
*****