Lewati navigasi

INCHESSWETRUST – Sebagai seorang asisten dokter di rumah sakit veteran di Sioux Falls, South Dakota, Amerika Serikat, Deane Berg tahu bahwa bercak di antara menstruasi bukanlah hal yang aneh bagi seorang wanita berusia empat puluh sembilan tahun.

Namun dia tetap pergi ke dokter. Kedua putrinya telah kehilangan ayah mereka karena kanker paru-paru, jadi Berg ingin tetap hidup.

Hanya perimenopause, kata dokter menyimpulkan setelah pemeriksaan sepintas. Mungkin gumpalan darah, kata perawat praktisi ketika USG berikutnya menunjukkan sebuah ovarium. “Ini tidak akan menjadi kanker,” kata ahli bedah ginekologi sebelum mengangkat kedua indung telurnya pada hari setelah Natal tahun 2006.

Namun, ketika Berg melakukan pemeriksaan lanjutan, dia membaca kata-kata di laporan patologi anatomi sebelum ahli bedah sempat melakukannya untuk menyampaikan berita buruk: kanker ovarium. Dia menangis, dan dokter bedah pun menangis.

Dia sekarang memerlukan histerektomi penuh, kemoterapi, dan banyak keberuntungan. Setiap tahun, sekitar dua puluh ribu wanita didiagnosis mengidap kanker ovarium di Amerika Serikat, dan lebih dari setengahnya akan meninggal karena penyakit tersebut.

Dan tidak ada yang mempersiapkan dia untuk kehilangan rambut dan sebagian besar pendengarannya atau mengalami kerusakan saraf di tangan dan kakinya atau giginya retak akibat kemoterapi.

Karena sistem imunnya lemah, Berg meninggalkan pekerjaannya sebagai asisten dokter di rumah sakit. Ini berarti dia memiliki lebih banyak waktu untuk mempelajari materi tentang kanker ovarium yang diberikan perawat ketika dia didiagnosis.

***


Salah satu pamphlet tentang kanker ovarium tersebut disebarkan oleh Gilda’s Club, sebuah kelompok yang didirikan oleh teman-teman komedian Gilda Radner, yang meninggal karena penyakit tersebut pada tahun 1989, ketika dia baru berusia empat puluh dua tahun.

Pamflet tersebut memuat daftar faktor risiko, yang Berg bahas satu per satu. Tidak, dia tidak memiliki riwayat keluarga yang mengidap kanker reproduksi; tidak, dia tidak pernah berjuang melawan ketidaksuburan dan tidak pernah menggunakan obat kesuburan; tidak, dia belum pernah menderita kanker sebelumnya; tidak, dia tidak pernah menjalani pola makan yang tidak sehat atau kelebihan berat badan.

Kemudian dia sampai pada bagian tentang bedak talk. Setelah membacanya, dia melihat wadah besar bedak talk Johnson & Johnson yang dia simpan di kamar mandi untuk digunakan setelah mandi setiap hari dan botol kecil bedak bayi Johnson & Johnson yang dia bawa setiap kali dia bepergian. Keduanya mencantumkan talk sebagai bahannya.

Sulit untuk menentukan etiologi penyakit, terutama jika menyangkut kanker, yang sering kali memiliki periode laten yang lama dan penyebab multifaktorial.

Namun bukti yang menentang talk telah berkembang cukup besar ketika Berg didiagnosis bahwa banyak produsen di AS, termasuk pembuat krayon, kondom, dan sarung tangan bedah, telah melakukan kesalahan dalam kewaspadaan dan berhenti menggunakannya dalam produk mereka. Mengapa Johnson & Johnson tidak melakukan hal yang sama, padahal alternatifnya, tepung maizena, lebih murah, melimpah, dan lebih aman?

Johnson & Johnson adalah salah satu perusahaan paling terpercaya di Amerika, dan ketika Berg menjalani siklus kemoterapi, dia terus memikirkan slogan untuk bedak badannya: “Taburan sehari membantu menghilangkan bau.” Selama lebih dari tiga puluh tahun, dia mengikuti nasihat itu, mengoleskan bedak di antara kedua sela pahanya untuk mencegah lecet.

Pada tahun 2007, untuk mengetahuinya, dia menjalani tes genetik untuk mengetahui bahwa dia tidak memiliki satu dari dua mutasi utama yang meningkatkan kemungkinan terkena kanker reproduksi. Dua tahun kemudian, jaringan ovariumnya diuji, dan ahli patologi menemukan talk di salah satu ovariumnya.

Tak lama kemudian, setelah penyakit kankernya sudah sembuh, dia memutuskan untuk mengajukan gugatan, yang menjadi gugatan hukum bedak bayi pertama terhadap Johnson & Johnson yang pernah diajukan ke pengadilan.

***


Sejak tahun 1971, para ilmuwan Johnson & Johnson telah mengetahui laporan tentang asbes dalam talk. Mereka dan orang lain juga khawatir tentang hubungan antara kanker dan talk itu sendiri, apakah mengandung asbes atau tidak.

Pada saat Berg didiagnosis, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia telah menetapkan talk yang mengandung partikel berserat sebagai karsinogen atau pemicu kanker dan penggunaan bedak talk pada alat kelamin mungkin bersifat karsinogenik.

Johnson & Johnson selalu menegaskan, termasuk kepada majalah The New Yorker, bahwa bedak bayinya “aman, bebas asbes, dan tidak menyebabkan kanker.” Namun, investigasi Bloomberg pada tahun 2016 dan pengungkapan selanjutnya oleh Reuters dan New York Times, yang sebagian didasarkan pada dokumen yang muncul, mengungkap kemungkinan risiko kesehatan terkait dengan talk.

Menyusul laporan tersebut, puluhan ribu orang mengajukan tuntutan terhadap perusahaan tersebut, dengan tuduhan bahwa produknya telah menyebabkan kanker ovarium bagi mereka.

Meskipun menyumbang persentase kecil terhadap pendapatan tahunan Johnson & Johnson, bedak bayi memberikan kontribusi bagi merek tersebut ke rumah tangga di seluruh dunia dan menjadi dasar reputasi ramah keluarga mereka. Menurut perkiraan perusahaan, antara tahun 1930 dan 1990, bedak bayi digunakan pada sekitar separuh anak yang lahir di Amerika Serikat.

Begitu populernya bedak bayi sehingga perusahaan tersebut membeli tambang talk untuk meningkatkan dan mengendalikan pasokannya. Tambang perusahaan tersebut berada di Vermont, di mana banyak deposit bedaknya diperkirakan mengandung asbes. (Ahli geologi yang bekerja untuk negara bagian tersebut mencatat keberadaan asbes di mana-mana di sana sejak tahun 1872.) Asbes bersifat karsinogen atau pemicu kanker.

Asbes, yang dianggap berbahaya bahkan dalam jumlah kecil, ditemukan di seluruh dunia, pada bahan bangunan dan bantalan rem, dan asbes juga dapat ditemukan, tanpa diketahui oleh manusia, di dalam air dan tanah. Sulit untuk mendeteksinya pada produk talk, karena seratnya kecil dan sangat mirip dengan talk.

Sejak tahun sembilan belas empat puluhan, Johnson & Johnson telah mencoba memantau rantai pasokannya, secara rutin menguji talk dari tambangnya dan dari pemasok lainnya.

Sebagian besar tes yang dilakukan tidak menemukan adanya asbes. Namun, menurut dokumen internal, puluhan pengujian telah menemukan mineral seperti tremolite, chrysotile, dan actinolite —yang, dalam bentuk tertentu, merupakan asbes— dalam talk perusahaan tersebut.

***


Pada tahun 1971, tim peneliti di Wales yang menganalisis jaringan pasien kanker reproduksi menemukan bahwa sebagian besar tumor serviks dan ovarium mereka mengandung talk.

Penelitian mereka, yang diterbitkan dalam Journal of Obstetrics and Gynaecology, adalah penelitian pertama yang menunjukkan adanya hubungan antara talk dan kanker ovarium.

Dalam sebulan, para eksekutif Johnson & Johnson mengirim karyawannya ke Cardiff untuk bertemu dengan penulisnya. Berdasarkan notulen rapat perusahaan tersebut, para peneliti Welsh berspekulasi bahwa talk tersebut mungkin telah menyebar ke organ reproduksi melalui aliran darah setelah wanita menghirupnya, atau memasuki saluran reproduksi melalui vagina.

Pada tahun 2008, setahun sebelum Berg mengajukan gugatannya, direktur kreatif globalnya, Todd True, mengirim email ke rekan-rekannya dengan subjek “Terbaik untuk bayi.” Dia bertanya, “Sudahkah kita melakukan penelitian untuk menentukan potensi dampak negatif terhadap merek kita atau strategi terbaik bagi bayi dengan mempertahankan bahan ini? Sudahkah kita mempertimbangkan untuk mengganti talk dengan tepung maizena sebagai bedak dasar seperti yang dilakukan merek lain?”

Namun Johnson & Johnson tidak mengubah bahan utama bedak bayinya. Itu mengubah strategi pemasarannya. Pada tahun enam puluhan, ketika para dokter anak mulai mengkhawatirkan risiko mati lemas akibat bedak talk pada bayi dan penelitian besar menemukan bahwa asbes bersifat karsinogenik bahkan dalam dosis kecil, Johnson & Johnson secara agresif memasarkan bedak tersebut kepada orang dewasa.

Salah satu iklan menampilkan Hammerin’ Harmon Killebrew, Minnesota Twins Hall of Famer, mengatakan, “Mama mengajari saya bahwa dibutuhkan lebih dari sekadar handuk untuk benar-benar kering.” Perusahaan ini juga memperkenalkan “bubuk deodoran tubuh,” Shower to Shower, yang akhirnya dikemas dalam botol berwarna merah muda untuk wanita dan menjanjikan “kesegaran yang akan tetap bersama Anda sampai Anda mencucinya.”

***


Pada bulan Juni 2013, hampir empat tahun setelah Deane Berg mengajukan gugatannya terhadap Johnson & Johnson pada tahun 2009, dia berkendara selama lima jam ke Rapid City untuk bertemu dengan pengacara Jhonson & Jhonson, yang, katanya menawarinya penyelesaian sebesar delapan ratus ribu dolar.

Apakah Jhonson & Jhonson juga akan menambahkan label peringatan pada bedak bayinya? Berg bertanya. Tidak, kata para pengacara, yang kemudian meningkatkan usulan penyelesaian sebesar setengah juta dolar lagi. Atau menjadi 1,3 juta dolar AS alias Rp 20 miliar. Tawaran itu bergantung pada dirinya untuk mengatakan bahwa bedak bayi bukan sebagai penyebab kankernya.

Deane Berg meninggalkan pertemuan dengan para pengacara itu dan berjalan-jalan dengan suami keduanya, yang datang bersamanya untuk memberi dukungan moral. “Kau tahu, aku melakukan ini bukan untuk mencari uang,” katanya pada suaminya. “Saya ingin mengumumkan hal ini kepada publik, sehingga perempuan lain tidak menderita seperti saya.”

Ketika dia kembali ke dalam ruangan, dia mengumumkan keputusannya: “Jika Anda tidak mau memberi peringatan pada bedak dan Anda tidak akan memberi tahu wanita, saya akan menemui Anda di pengadilan.”

Musim gugur Juni 2013 itu, kasus Berg dibawa ke hadapan juri di Sioux Falls. Tiga ahli muncul mewakilinya, termasuk Daniel Cramer, ahli epidemiologi di Dana-Farber/Harvard Cancer Center, yang telah menerbitkan salah satu penelitian pertama yang menunjukkan peningkatan risiko kanker ovarium akibat penggunaan bedak talk.

Johnson & Johnson memiliki lima ahli yang membantah hubungan antara bedak dan kanker dan menyatakan bahwa bedak yang ditemukan di ovarium Berg berasal dari kontaminasi sampel di rumah sakit tempat dia dirawat.

Sidang berlangsung dua minggu. Pengacara Berg memperingatkannya bahwa juri di South Dakota sering kali memihak terdakwa dalam kasus pertanggungjawaban produk, namun, apa pun hasilnya, kasusnya sudah signifikan. Meskipun perusahaan telah menantang semua saksi ahlinya, mereka semua telah diterima oleh pengadilan, sehingga berhasil melewati rintangan hukum penting yang dikenal sebagai standar Daubert.

Selama dua hari yang dihabiskan juri untuk berunding, badai salju melanda South Dakota. Berg, yang duduk di meja penggugat, terkejut melihat betapa sunyinya ruang sidang ketika para juri kembali dengan putusan: Johnson & Johnson bersalah karena kelalaian.

Salah satu pengacara perusahaan menutup buku catatannya dengan keras. Kemudian petugas tersebut beralih ke masalah kompensasi dan hukuman ganti rugi —berapa banyak yang akan diterima Berg untuk biaya pengobatannya dan berapa banyak yang harus dibayar Johnson & Johnson kepada Berg karena kegagalannya memperingatkan konsumen akan risiko kanker yang terkait dengan produknya. Jumlahnya, pada kedua kategori, sama: tidak ada.

Jarang sekali juri memutuskan suatu perusahaan bersalah atas kelalaiannya namun tidak memberikan ganti rugi, dan bagi penggugat lain, hasil yang diperoleh bisa sangat menyedihkan.

Namun Berg, yang menolak menerima 1,3 juta dolar AS atau Rp 20 miliar sebelum putusan untuk memperingatkan perempuan lain, merasa tenang karena mengetahui bahwa, apa pun yang terjadi, ia telah mempermudah penggugat di masa depan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Bukan berarti Johnson & Johnson selalu kalah di pengadilan; sebaliknya, perusahaan pada akhirnya memenangkan sebagian besar kasus talk yang dibawa ke pengadilan. Tapi, ketika kalah, J&J rugi besar.

Pada tahun 2016, juri di Missouri memberikan tujuh puluh dua juta dolar atau Rp 1,1 triliun kepada keluarga seorang wanita yang meninggal karena kanker ovarium, kemudian lima puluh lima juta tujuh puluh juta dolar atau Rp 876 miliar kepada dua wanita yang menderita penyakit tersebut.

Pada tahun 2020, perusahaan J&J menyelesaikan lebih dari seribu kasus dengan biaya sekitar seratus juta dolar atau Rp 1,5 triliun totalnya. Dan, dalam gugatan terpisah, dua puluh dua perempuan bersama-sama mendapat ganti rugi lebih dari empat miliar dolar atau Rp 72 triliun.

Di tingkat banding, beberapa penghargaan dikurangi atau dibatalkan. Namun tahun lalu perusahaan tersebut, dalam pengajuan Komisi Sekuritas dan Bursa, mengungkapkan bahwa mereka telah menyiapkan U$ 3,9 miliar atau Rp 61 triliun terutama untuk litigasi terkait bedak.

***


Menghadapi puluhan ribu gugatan setelah Berg, Johnson & Johnson atau J&J berusaha berkelit.

Pengacara Johnson & Johnson ingin mengetahui bahwa perusahaan mereka —secara resmi, Johnson & Johnson Consumer Inc.— tidak pernah mengajukan pailit.

Perusahaan yang melakukannya disebut LTL Management L.L.C. LTL, yang merupakan singkatan dari Legacy Talc Litigation, didirikan di Texas pada 11 Oktober 2021, dan keesokan harinya digabungkan dengan —sebut saja Old J. & J. Pada hari yang sama, Manajemen LTL diubah menjadi perseroan terbatas berbasis di North Carolina, dan dua hari setelah itu, pada tanggal 14 Oktober, mereka mengajukan perlindungan Bab 11 kebangkrutan di Pengadilan Kebangkrutan AS di Charlotte.

LLC. yang didirikan Johnson & Johnson tidak pernah memiliki kantor atau karyawan sendiri di Texas atau Carolina Utara. Perusahaan ini tidak pernah memproduksi atau menjual bedak talk; dalam hal ini, mereka tidak pernah benar-benar menjalankan bisnis apa pun sebelum bangkrut.

Namun, di antara pembentukannya di satu yurisdiksi yang ramah bisnis dan kebangkrutan di yurisdiksi lain, perusahaan baru tersebut mengambil alih seluruh kewajiban talk Old J. & J.

Perusahaan tersebut tiba-tiba bertanggung jawab atas sekitar empat puluh ribu kasus gugatan bedak, sementara sebuah perusahaan baru, yang juga bernama Johnson & Johnson Consumer Inc., muncul dengan seluruh aset Old J. & J. —ratusan miliar dolar itu— dan tidak ada satu pun asetnya yang hilang akibat kewajiban talk, sehingga perusahaan bebas melanjutkan operasinya.

Jalur kebangkrutan yang diambil oleh Johnson & Johnson, yang secara resmi disebut merger divisi, lebih dikenal dengan sebutan dua langkah Texas. Greg Gordon, partner di Jones Day, firma hukum yang mewakili setiap perusahaan yang telah mencoba langkah ini sejauh ini, mengamati bahwa meskipun beberapa orang menggambarkannya sebagai “inovasi terbesar dalam sejarah kebangkrutan.”

Hal ini terjadi pada tahun 1989, ketika badan legislatif Texas mengamandemen Undang-Undang Perusahaan Bisnisnya, yang mengizinkan sebuah perusahaan untuk dibagi menjadi dua entitas atau lebih, termasuk ketika menghadapi litigasi yang sangat mahal.

Johnson & Johnson adalah perusahaan keempat yang mencoba melakukan dua langkah tersebut dan, sejauh ini, merupakan yang paling berani, setelah memperpendek interval antara pembentukan dan kebangkrutan dari tiga bulan menjadi tujuh puluh dua jam.

Menurut penyelidikan Reuters baru-baru ini, rencana dua langkah di Johnson & Johnson dikenal secara internal sebagai “Proyek Plato.” Seperti yang ditulis oleh salah satu pengacara yang terlibat dalam sebuah memo, “Sangat penting bahwa segala aktivitas yang berkaitan dengan Proyek Plato, termasuk fakta bahwa proyek itu ada, dijaga kerahasiaannya.”

Tapi pengajuan kebangkrutan Jhonson & Jhonson lewat LLC untuk berkelit dari 40.000 gugatan hukum terkait bedak bayi dan kanker ovarium sudah dua kali ditolak hakim.

Namun Jhonson & Jhonson akan mengajukan kebangkrutan yang ketiga kalinya lewat LLC, dengan menyediakan dana U$ 8,9 miliar atau Rp 141 triliun untuk menyelesaikan semua kasus gugatan. Entah apakah kali ini upaya mereka berhasil. Semoga saja tidak. Demi keadilan bagi wanita macam Deane Berg. Yang menderita kanker ovarium karena penggunaan bedak bayi J&J. (eha)

Sumber: The New Yorker. New York Times, CNN, BBC, CBS News

INCHESSWETRUST- Manon Lavigne, wanita 57 tahun asal Montreal, Kanada itu, mengatakan dia tidak pernah menyangka bahwa diagnosis kanker ovariumnya, ada hubungannya dengan penggunaan produk bedak bayi berbahan dasar bedak talk yang biasa dia gunakan setiap hari.

Perempuan itu menyalahkan kanker ovariumnya pada bedak bayi produksi Jhonson & Jhonson atau J&J. Sekarang, dia menggugat perusahaan itu dan mendesak perempuan lain untuk turut diperiksa.

Talk kini tidak lagi dianggap aman untuk digunakan dalam kosmetik dan produk pembersih area pribadi, karena paparan produk tersebut mempunyai risiko kanker ovarium pada wanita.

Konglomerat layanan kesehatan Johnson & Johnson berhenti menjual bedak bayi Johnson’s Baby Powder berbahan dasar talk yang ikonik di Amerika Utara sejak tahun 2020.

Dan kini J&J menghadapi puluhan ribu penggugat yang mengklaim bahwa perusahaan tersebut telah mengetahuinya selama beberapa dekade, namun tidak pernah mengumumkan kepada publik bahwa produk berbahan dasar talk tersebut mengandung jejak asbes, yang dikenal sebagai karsinogen atau bahan yang memicu kanker.

Manon Lavigne, salah satu dari lusinan penggugat asal Kanada yang mengajukan tuntutan terhadap konglomerat layanan kesehatan tersebut, yakin bahwa penggunaan produk tersebut setiap hari adalah alasan mengapa ia didiagnosis mengidap kanker ovarium agresif pada Juli 2021 ketika dokter menemukan tumor seukuran jeruk bali tumbuh di dalam tubuhnya selama pemindaian rutin.

“Saya sering menggunakannya, sepanjang masa dewasa saya,” ujarnya. Ia biasanya menggunakannya untuk area intimnya, di antara kedua pahanya, untuk mencegah agar tidak basah karena berkeringat.

“Bagi saya, cara saya menggunakannya, saya yakin itu memberikan sesuatu, karena tidak hanya sekali atau dua kali, itu terjadi setiap hari, musim hujan atau cerah,” kata Lavigne. “Saya selalu menggunakannya, sepanjang masa dewasa saya.”

Lavigne mengatakan dia tidak merokok atau minum dan selalu merawat tubuhnya dengan baik. Dia mengatakan dia tidak merasakan gejala apa pun dan mungkin tidak pernah mengetahui tentang kanker tersebut sampai semuanya terlambat, jika bukan karena pemeriksaan rutin untuk mengetahui sakit punggung yang ternyata adalah batu ginjal.

“Saya beruntung benda itu ditemukan secara tidak sengaja. Kalau tidak, saya tidak akan pernah mengetahui penyakit kanker ovarium saya,” katanya. “Batu ginjal menyelamatkan hidupku.”

***


Lavigne mengatakan diagnosis kanker telah membuatnya kecewa dan menanamkan rasa tidak percaya yang mendalam pada perusahaan kesehatan.

“Saya mengalami kecemasan kesehatan kronis karenanya. Karena mengidap kanker, setiap kali saya merasakan sedikit rasa sakit, saya khawatir sekarang, dan itu membuat saya cemas,” katanya.

“Saya masih memprosesnya satu setengah tahun kemudian hingga hal ini terjadi. Jika sesuatu yang tidak berbahaya seperti bedak bayi dapat menyebabkan hal ini pada Anda, bayangkan hal lain apa yang dapat terjadi pada Anda yang tidak kami ketahui.”

Meskipun Lavigne bersyukur para dokter dapat menemukan dan menghilangkan kanker tersebut sebelum kanker tersebut menyebar, ia yakin ada wanita lain yang mungkin menderita penyakit mematikan ini karena penggunaan produk pembersih berbahan dasar bedak setiap hari.

“Jutaan orang menggunakan bedak bayi selama bertahun-tahun,” katanya. “Saya yakin orang-orang tidak mengetahuinya.”

Itu sebabnya Lavigne mendesak perempuan lain untuk memeriksakan diri karena, katanya, tidak ada pemeriksaan rutin untuk kanker ovarium.

Jill McCartney, seorang pengacara yang berbasis di London, Ontario, Kanada, di Firma Hukum Siskinds yang mewakili Lavigne, mengatakan karena penggunaan produk-produk berbahan dasar talk begitu meluas selama 50 tahun terakhir, kasus ini menimbulkan dampak yang luas.

Jill McCartney: “Saya pikir ada banyak wanita di luar sana yang berpotensi menderita kerugian.”

“Produk ini memang dipasarkan ke seluruh dunia untuk digunakan secara teratur. Begitulah cara produk ini dipasarkan, begitulah cara penjualannya. Saya pikir ada banyak orang di luar sana yang telah menggunakan produk ini dan memiliki diagnosis kanker,” ujarnya.

***


Korban lainnya, Toni Roberts, 61 tahun, yakin produk bedak talk dari perusahaan tersebut menyebabkan kanker ovariumnya.

Dan juri di pengadilan Missouri, Amerika Serikat, pada bulan Mei 2017, menyetujuinya.

Pengacara berargumentasi bahwa perusahaan farmasi tersebut menjual dan berpotensi masih menjual produk-produk talk, seperti bedak bayi, yang terkontaminasi asbes — mineral yang ditemukan dalam talk yang dikaitkan dengan kanker.

Roberts mengatakan dia mulai menggunakan produk bedak Johnson & Johnson saat remaja untuk tujuan kebersihan daerah kewanitaannya dan didiagnosis menderita kanker pada tahun 2014.

Toni Roberts yakin produk bedak talk Johnson & Johnson menyebabkan kanker ovariumnya.

“Saya terkejut ketika saya mengalami gangguan pencernaan dan dalam waktu sekitar satu minggu saya diberitahu bahwa saya menderita kanker ovarium,” katanya.

Dalam sebuah pernyataan, Johnson & Johnson mengatakan pihaknya “tetap yakin bahwa produknya tidak mengandung asbes dan tidak menyebabkan kanker ovarium dan bermaksud untuk melakukan semua banding yang tersedia.”

Dalam beberapa kasus sebelumnya, perusahaan telah berhasil mengajukan banding.

Roberts mengatakan dia mungkin tidak bisa hidup untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya, karena kankernya sekarang sudah masuk stadium akhir.

“Ini bukan cara yang saya inginkan untuk menjalani hidup saya,” katanya.

“Saya ingin menghabiskan waktu bersama putra-putra saya, saya ingin menghabiskan waktu bersama cucu-cucu saya.”

Asbes ditemukan di jaringan ovarium beberapa wanita dalam kasus ini. Secara nasional, Johnson & Johnson sedang berjuang melawan sekitar 40.000 gugatan kasus bedak lainnya.

***


Pada bulan Mei 2017, Juri Missouri juga memerintahkan raksasa produk kesehatan Johnson & Johnson untuk membayar lebih dari U$ 110 juta atau Rp 1,7 triliun kepada seorang wanita Virginia karena diduga gagal mengungkapkan risiko kanker dari bedak bayi dan produk lainnya.

Lois Slemp, 62 tahun, menang dalam kasus ini setelah menggugat perusahaan ketika dia didiagnosis menderita kanker ovarium pada tahun 2012. Dia menuduh J&J menyembunyikan kemungkinan bahwa bedak bayi dan produk Shower to Shower dapat menyebabkan kanker.

Kasus ini memperdalam krisis hukum J&J terkait dengan bedak bayi. Perusahaan telah kalah dalam beberapa kasus serupa, termasuk putusan denda serupa ke Jhonson & Jhonson senilai U$ 72 juta atau Rp 1,1 triliun, U$ 70 juta atau Rp 1 triliun, dan U$ 55 juta atau Rp 876 miliar. Dan mereka menghadapi beberapa gugatan class action federal dalam masalah ini, menurut pengajuan Komisi Sekuritas dan Bursa.

Setelah tiga minggu memberikan kesaksian dalam kasus Slemp, juri yang beranggotakan 12 orang berunding selama 10 jam sebelum memberikan putusan bersalah terhadap J&J.

J&J, yang telah berulang kali menyangkal hubungan antara bedak dan kanker dan menolak anggapan bahwa mereka seharusnya memperingatkan konsumen, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “kami sangat bersimpati” kepada siapa pun yang terkena kanker ovarium.

Namun perusahaan tersebut mengatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut, dengan mengutip kasus terpisah yang dimenangkannya pada bulan Maret dan dua kasus lainnya yang dibatalkan yang “lebih menyoroti kurangnya bukti ilmiah yang kredibel di balik tuduhan penggugat.

***


Pada tahun 2018, Johnson & Johnson kembali mendapat pukulan berat.

J&J harus membayar ganti rugi sebesar U$ 4,14 miliar kepada 22 perempuan yang mengklaim asbes dalam produk bedak tabur perusahaan itu menyebabkan mereka terkena kanker ovarium.

Juri sebelumnya memerintahkan J&J untuk membayar kompensasi sebesar U$ 550 juta, sehingga total seluruh denda yang harus dibayar J&J ke 22 perempuan itu menjadi U$ 4,69 miliar atau Rp 74 triliun.

Jumlah tersebut menandai penghargaan juri terbesar di AS pada tahun 2018, dan merupakan keputusan juri terbesar keenam dalam klaim cacat produk dalam sejarah AS.

Juri mencapai keputusan dengan suara bulat untuk memberikan ganti rugi bagi 22 penggugat dengan rata-rata U$ 25 juta atau Rp 397 miliar pada masing-masing penggugat. Putusan tersebut merupakan pengujian pertama atas klaim penggugat mengenai kaitan kanker ovarium asbes dengan penggunaan bedak bayi ikonik J&J.

Perusahaan akan mengajukan banding, kata Carol Goodrich, juru bicara J&J, melalui email. Putusan tersebut “merupakan hasil dari proses yang pada dasarnya tidak adil yang memungkinkan penggugat untuk menghadirkan sekelompok 22 wanita, yang sebagian besar tidak memiliki hubungan dengan Missouri, dalam satu kasus yang semuanya menuduh mereka mengidap kanker ovarium,” katanya.

J&J dinilai mengetahui bahwa produk bedaknya terkontaminasi asbes dan merahasiakan informasi ini dari publik, kata Mark Lanier, pengacara penggugat, kepada juri dalam argumen penutupnya pada hari Rabu. J&J berusaha melindungi citra Baby Powder sebagai “sapi suci mereka,” katanya.

J&J “mencurangi” pengujian untuk menghindari menunjukkan adanya asbes, kata Lanier. Jika tes menunjukkan adanya asbes, J&J mengirimkannya ke laboratorium yang diketahui perusahaan akan memberikan hasil berbeda, katanya kepada juri.

Meskipun bedak talk telah dipromosikan sebagai bedak bayi yang lembut dan cukup lembut untuk bayi, dan dijual bersama produk bayi lainnya di toko-toko, wanita dewasa telah lama menjadi pembeli utama. Mereka menggunakan bedak bayi di area kemaluan di sela kedua paha mereka untuk mencegah lecet dan keringat. Banyak wanita di daerah beriklim panas menggunakan bedak bayi ini agar tetap kering.

Memang benar, memo internal yang ditemukan selama proses litigasi mengungkapkan bahwa Johnson & Johnson telah mengkhawatirkan kemungkinan kontaminasi asbes pada produk talk mereka setidaknya selama 50 tahun terakhir. Asbes pertama kali dikaitkan dengan kanker ovarium pada tahun 1958, dan Badan Internasional untuk Penelitian Kanker menegaskan bahwa asbes adalah penyebab kanker dalam laporan tahun 2011.

Bulan Juli 2018, 22 wanita memang memenangkan kasus hukum yang menuduh bedak talk Johnson & Johnson menyebabkan perkembangan kanker ovarium. Hasil dari kasus bedak talk, yang mengakibatkan kerugian sebesar U$ 4,69 miliar, merupakan putusan juri cacat produk terbesar keenam dalam sejarah AS.

Pada tanggal 11 Juli 2018, juri St. Louis dengan suara bulat menyetujui keberadaan asbes dalam bedak talk mempengaruhi perkembangan kanker ovarium. Ini adalah kasus pertama dari serangkaian kasus kanker ovarium akibat bedak talk yang berfokus pada kandungan asbes.

Pakar medis dalam uji coba tersebut memberikan kesaksian bahwa asbes, yang dikenal sebagai karsinogen, ditemukan dalam bedak mineral, bahan utama dalam produk Baby Powder dan Shower to Shower Johnson & Johnson. Serat asbes dan partikel bedak juga ditemukan di jaringan ovarium wanita yang mengajukan gugatan.

Inilah mengapa vonis ini merupakan sebuah terobosan: setiap perempuan yang menjadi korban akan menerima kompensasi sebesar U$ 25 juta atau Rp 397 miliar.

Enam dari 22 perempuan yang termasuk dalam kasus ini telah meninggal dunia karena kanker ovarium. Lima wanita berasal dari Missouri dan lainnya berasal dari Arizona, New York, North Dakota, California, Georgia, Carolina, dan Texas.

Krystal Kim, seorang wanita Pennsylvania berusia 53 tahun, salah satu penggugat, mengatakan bahwa dia telah menggunakan bedak berbahan dasar talk sejak kecil. Dia menggunakan bedak talk pada “sprei, karpet, rambut, wajah dan tubuhnya, dan bahkan pada anjingnya.”

Hal yang sangat membantu dalam mengambil keputusan adalah bahwa kasus ini merupakan gugatan pertama di mana juri melihat dokumen yang menunjukkan bahwa Johnson & Johnson mengetahui produknya mengandung asbes dan tidak memperingatkan konsumen.

Juri memberikan penggugat ganti rugi sebesar U$ 4,14 miliar serta kompensasi sebesar U$ 550 juta setelah enam minggu di Pengadilan Sirkuit St. Louis. Namun, Johnson & Johnson langsung mengajukan banding.

Johnson & Johnson menyebut putusan tersebut tidak adil karena para perempuan tersebut menggugat perusahaan tersebut di Missouri meskipun banyak penggugat tinggal di tempat lain, namun tidak secara langsung menyangkal keberadaan asbes dalam bedak talk.

Perusahaan tersebut telah digugat oleh lebih dari 40.000 wanita yang menggunakan produk Johnson & Jonson dan kemudian menderita kanker ovarium.

***


Setelah J&J banding atas putusan vonis bersalah dengan denda U$ 4,6 miliar atau Rp 74 triliun itu, Mahkamah Agung AS pada 1 Juni 2021, menolak mendengarkan banding Johnson & Johnson.

Mahkamah Agung menolak untuk menerima banding Johnson & Johnson atas putusan bernilai U$ 4,6 miliar dolar atau Rp 74 triliun yang memenangkan 22 perempuan penggugat yang mengatakan bahwa mereka menderita kanker ovarium karena menggunakan produk bedak talk dari perusahaan tersebut.

Ini barangkali merupakan keadilan bagi korban. Sebuah denda terbesar yang pernah diberikan pengadilan dan sudah berkekuatan hukum tetap sehingga harus dilaksanakan.

Dan ini juga bukan berarti gugatan para korban pada J&J akan berakhir. Sebanyak 40.000 ribu gugatan korban yang menderita kanker ovarium karenanya akan tetap menjadi mimpi buruk bagi Jhonson dan Jhonson. Sampai keadilan tegak. (eha)

Sumber: CBC, CBS News, TIME, New York Times, BBC, Med Truth, NBC News

INCHESSWETRUST – Merek Johnson & Johnson terus menghadapi tantangan hukum berat. Bedak talk mereka dua dekade terakhir ini dituding menyebabkan kanker ovarium pada wanita.

Baru-baru ini, seorang hakim menolak upaya terbaru perusahaan Johnson & Johnson atau J&J untuk menyelesaikan puluhan ribu tuntutan hukum melalui kebangkrutan, menandai kedua kalinya strategi kebangkrutan J&J ditolak.

Johnson & Johnson berencana memisahkan unit konsumennya, yang akan dikenal sebagai “Kenvue.” Pemisahan unit tersebut bisa terjadi akhir tahun ini.

Masalah yang dihadapi perusahaan tersebut terkait dengan bedak talk dimulai pada tahun 2009 ketika tuntutan hukum pertama diajukan terhadap J&J dengan tuduhan bahwa produk bedak talk mereka menyebabkan kanker ovarium pada seorang wanita bernama Deane Berg.

Pada tahun 2016, J&J mengalami kekalahan hukum pertama yang signifikan dengan putusan senilai U$ 72 juta atau Rp 1,1 triliun. Pada tahun 2018, juri memerintahkan perusahaan untuk membayar U$ 4,69 miliar atau Rp 74 triliun kepada 22 korban kanker.

Johnson & Johnson mulai menjual bedak tabur merek Baby Powder pada tahun 1894.

Kini, perusahaan tersebut telah berhenti menjual produknya di Amerika Utara. J&J mengumumkan keputusan tersebut pada Mei 2020 karena menghadapi peningkatan biaya hukum. Ia telah menegaskan bahwa produknya aman.

Pada tahun 2021, J&J menerapkan strategi kebangkrutan yang kontroversial untuk melindungi diri dari tanggung jawab hukum, dengan mengalihkan tuntutan hukum bedak ke anak perusahaan baru, LTL Management, yang segera mengajukan Bab 11 atau bab kebangkrutan.

Pengadilan banding membatalkan langkah ini pada bulan Januari, memutuskan bahwa J&J tidak dapat melepaskan kewajibannya apaagi secara finansial perusahaan itu sehat.

Tidak terpengaruh, LTL kembali mengajukan kebangkrutan pada Juli 2023, dengan alasan kesepakatan penyelesaian senilai U$ 8,9 miliar atau Rp 141 triliun. Namun hakim menolak petisi tersebut dan memutuskan bahwa tuntutan hukum mengenai bedak talk tidak cukup menempatkan LTL dalam “kesulitan finansial.”

Kini, setelah hampir 40.000 tuntutan hukum dan pembayaran sekitar U$ 4 miliar atau Rp 63 triliun, perusahaan ini terus melakukan proses litigasi sembari menghentikan penggunaan talk secara internasional.

Perusahaan juga berencana mengajukan banding atas pemberhentian kebangkrutan terbaru. Namun setelah lebih dari satu dekade perselisihan di pengadilan, J&J masih terlibat dalam tuduhan bahwa produk bedak ikonik mereka menimbulkan risiko bagi konsumen.

Sejarah bedak talk bayi Jhonson & Jhonson dan kanker ovarium telah terjalin dalam kehidupan banyak orang selama lebih dari 75 tahun.

Berikut perjalanan kasusnya:

1809: Kasus tumor ovarium pertama yang didokumentasikan, yaitu tumor seberat 22 pon atau 9,9 kilogram yang diangkat melalui pembedahan dari pasien wanita berusia 45 tahun pada Hari Natal. Pasien sembuh dan hidup selama 33 tahun lagi.

1890 atau 1892: Bedak Bayi Johnson & Johnson, dibuat dari mineral lembut yang disebut “talc”, ditemukan oleh Direktur Riset Ilmiah J&J, Fred B. Kilmer.

1930-an: Bedak talk pertama kali dikaitkan dengan bahaya pada manusia – peritonitis granulomatosa pasca operasi (radang selaput yang melapisi dinding perut dan menutupi organ perut) yang disebabkan oleh bedak talk pada sarung tangan bedah.

1957-1958: Laporan dari laboratorium konsultasi menunjukkan bahwa talk dari pemasok J&J di Italia mengandung kontaminan yang digambarkan sebagai tremolit “berserat” dan “acicular”, sejenis asbes, zat karsinogen atau zat pemicu kanker.

1967: J&J menemukan jejak dua mineral yang dapat terbentuk sebagai asbes di tambang talknya di Vermont.

1970-an: Produsen memisahkan asbes dari bedak dalam pembuatan bedak talk. Ada yang mengklaim bedak talk bebas asbes, ada pula yang menyatakan partikel asbes tetap berada di dalam talk.

1971: FDA atau Badan Pengawas Obat dan Makanan AS meluncurkan penyelidikan terhadap asbes dalam bedak talk setelah kepala perlindungan lingkungan Kota New York mengungkapkan bahwa dua merek talk kosmetik yang tidak disebutkan secara spesifik tampaknya mengandung asbes. J&J menegaskan bedak bayinya tidak mengandung asbes.

Pada tahun itu partikel talk ditemukan “tertanam jauh di dalam” tumor ovarium dan serviks. “Hubungan erat antara talk dan kelompok mineral asbes merupakan hal yang menarik,” kata para peneliti. Asbes dikenal sebagai bersifat karsinogen, atau zat pemicu kanker,

1982: Peneliti Harvard menemukan bahwa wanita yang menggunakan bedak talk memiliki risiko dua kali lipat terkena kanker ovarium, dan mereka yang menggunakannya secara teratur pada alat kelamin dan pembalut memiliki risiko lebih dari tiga kali lipat terkena kanker ovarium.

1980-an: Johnson & Johnson memasarkan produk bedak talk Shower to Shower Body Powder dengan jingle iklan TV yang menarik “Cukup taburkan sehari. Membantu menghilangkan bau.”

1992: Peningkatan risiko kanker ovarium ditemukan pada wanita yang menggunakan pembalut wanita dan mengoleskan bedak talk ke alat kelaminnya.

1992: Memo Johnson & Johnson menyarankan untuk menyelidiki “peluang besar” untuk meningkatkan penjualan produk bedak talk kepada wanita Afrika-Amerika dan Hispanik.

1993: Program Toksikologi Nasional AS menetapkan bahwa talk merupakan karsinogen, atau pemicu munculnya sel kanker.

1994: Koalisi Pencegahan Kanker menulis surat kepada CEO Johnson & Johnson Ralph Larson dan meminta J&J untuk menarik produk talk dari pasaran dan menggunakan bubuk tepung maizena sebagai alternatif, atau setidaknya, menerbitkan peringatan pada label tentang risiko kanker ovarium yang ditimbulkan oleh bubuk bedak berbasis talk. J&J tidak melakukan keduanya.

1996: Industri kondom berhenti menggunakan talk pada kondom karena masalah kesehatan terkait kanker ovarium.

1997: Peningkatan risiko kanker ovarium sebesar 50 persen dikaitkan dengan penggunaan satu atau lebih dari empat metode penggunaan bedak tabur genital: menyimpan diafragma dalam bedak, membedaki area genital setelah mandi, membedaki pembalut wanita, dan menggunakan semprotan deodoran genital (yang mungkin mengandung bubuk aerosol). Risiko kanker ovarium paling tinggi meningkat pada mereka yang menggunakan bedak pada area genital setelah mandi.

1998: Memo sebuah produsen menguraikan strategi untuk “menghentikan rumor” tentang hubungan antara kanker ovarium dan bedak bayi. Memo tersebut ditulis atas permintaan produsen produk bedak talk, Luzenac America.

2009-2010: Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat tidak dapat membuktikan produk kosmetik yang mengandung talk bebas dari kontaminasi asbes. Pengujian dilakukan oleh laboratorium yang memiliki kemampuan, namun dari sembilan pemasok talk kosmetik yang teridentifikasi, hanya empat sampel yang disediakan untuk penelitian FDA.

2010: Peningkatan risiko kanker ovarium sebesar 30 hingga 60 persen di kalangan pengguna bedak tabur yang mengandung talk diidentifikasi dalam tinjauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap delapan penelitian sebelumnya.

2013: Delapan studi kasus-kontrol menunjukkan peningkatan risiko kanker ovarium epitel sebesar 20 hingga 30 persen terkait penggunaan bedak talk pada alat kelamin.

2009-2013: Gugatan bedak talk pertama terhadap Johnson & Johnson diajukan oleh Deane Berg, asisten dokter berusia 49 tahun dari Sioux Falls, South Dakota, yang mengidap kanker ovarium pada tahun 2006. Johnson & Johnson menawarkan kepada Berg kesepakatan rahasia senilai U$ 1,3 juta atau Rp 20 miliar. Dia menolak dan, pada tahun 2013, diberikan keputusan bulat bahwa J&J bersalah atas produk bedak bayinya yang memicu kanker ovarium Deane Berg. Tapi tidak ada kompensasi ganti rugi yang diberikan dewan juri untuk Berg.

2014: Dua tuntutan hukum class action diajukan terhadap Johnson & Johnson di St. Louis setelah putusan Deane Berg.

2015: Krayon anak-anak dan peralatan mainan ditemukan mengandung asbes yang diduga berasal dari talk yang terkontaminasi dan produk itu kemudian ditarik kembali.

2016: Para peneliti menemukan 40 persen peningkatan risiko kanker pada wanita Afrika-Amerika yang menggunakan bedak tabur secara teratur pada alat kelamin atau sela di antara dua paha mereka. Mereka yang menggunakan bedak talk di luar alat kelamin mempunyai peningkatan risiko lebih dari 30 persen.

2016: Kecenderungan terkena kanker ovarium meningkat sebesar 33 persen jika menggunakan bedak talk pada alat kelamin (langsung di area genital/rektal, pada pembalut wanita, tampon, atau pakaian dalam), demikian temuan penelitian. Risiko meningkat seiring dengan penggunaan bedak tabur selama bertahun-tahun. Kebanyakan wanita yang diteliti dilaporkan menggunakan Baby Powder Johnson & Johnson atau Shower to Shower.

Februari 2016: Juri negara bagian Missouri memerintahkan Johnson & Johnson untuk membayar U$ 72 juta atau Rp 1,1 triliun kepada keluarga seorang wanita yang kematiannya akibat kanker ovarium terkait dengan penggunaan Bedak Bayi dan Shower to Shower berbahan dasar talk selama beberapa dekade. Putusan tersebut mencakup ganti rugi aktual sebesar U$ 10 juta dan ganti rugi immaterial sebesar U$ 62 juta. Ini adalah ganti rugi pertama yang diberikan oleh juri dalam gugatan bedak tabur kanker ovarium.

Mei 2016: Juri St. Louis memerintahkan Johnson & Johnson untuk membayar U$ 55 juta atau Rp 876 miliar kepada seorang wanita South Dakota berusia 62 tahun. Para juri setuju bahwa produk perusahaan, seperti Bedak Bayi Johnson dan Shower to Shower, berkontribusi terhadap perkembangan kanker ovariumnya.

September 2016: Setidaknya 1.800 tuntutan hukum telah diajukan terhadap Johnson & Johnson di St. Louis atas produk bedak talk J&J.

Oktober 2016: Juri St. Louis menghadiahkan lebih dari U$ 70 juta atau Rp 1,1 triliun kepada seorang wanita California yang dalam gugatannya mengklaim bahwa Bedak Bayi Johnson & Johnson ( J&J) menyebabkan kanker ovariumnya.

November 2016: Tawaran Johnson & Johnson untuk memindahkan tuntutan hukum bedak talk ke St. Louis gagal. J&J berencana mengajukan banding ke Pengadilan Banding Missouri.

12 Juli 2018: J&J diperintahkan untuk membayar U$ 4,69 miliar atau Rp 74 triliun kepada 22 wanita korban kanker, sehingga memicu lonjakan tuntutan hukum.

19 Mei 2020: Dengan meningkatnya biaya hukum, J&J berhenti menjual bedak bayi di Amerika Utara karena masalah keamanan.

14 Oktober 2021: J&J mengalihkan tuntutan hukum bedak ke anak perusahaan baru, LTL Management, yang langsung menyatakan diri bangkrut.

11 Agustus 2022: J&J mengumumkan rencana untuk menghentikan penjualan bedak bayi dari talk secara global, dan beralih ke formula tepung maizena.

30 Januari 2023: Pengadilan banding menolak strategi kebangkrutan J&J dan memutuskan bahwa perusahaan tersebut berupaya membatalkan tuntutan hukum secara tidak patut.

28 Juli 2023: Seorang hakim menolak upaya kedua Jhonson & Jhonson atau J&J dalam penyelesaian kebangkrutan, sehingga membuat perusahaan mengalami kemunduran lagi.

Petaka gugatan hukum bedak bayi talk Jhonson & Jhonson karenanya seperti badai tornado. Sulit dihentikan siapa pun. Karena sudah banyak korban yang jatuh sakit. Menderita kanker ovarium karena skandal bedak bayi J&J. Entah sampai kapan. (eha)

Sumber: Your Legal Justice, Pharmateutcal Processing World, Guardian

Di tengah hujan yang turun deras sejak Maghrib, baru saja selesai menonton film keluaran tahun 2022, “A Man of Action.” di Netflix. Ini kisah nyata seorang buruh bangunan Lucio Urtubia, seorang anarko sindikalis, mengalahkan bank terbesar di Amerika, First National City Bank atau belakangan dikenal sebagai Citibank.

Atau, bila tak berlangganan Netlix bisa menonton di situs bebas dengan mengetikkan kata kunci di Google: “nonton film A Man of Action (2022) sub Indonesia.” Bila ketemu link-nya, langsung tinggal tonton.

Awalnya Lucio muda tumbuh dalam kemiskinan di Spanyol. Ia sempat berusaha merampok bank di desanya untuk membeli morfin guna mengurangi kesakitan ayahnya yang tengah sekarat. Apa daya ia tak punya pengalaman dan mental baja. Bermodal pisau dapur, ia terkencing-kencing di celana karena gugup ketika dia mengacungkan pisau untuk memaksa pejabat bank memberinya uang.

Gagal merampok dan disuruh pulang oleh pejabat bank, ternyata di rumah ayahnya sudah meninggal dunia. Sepeninggal ayahnya, kakak perempuannya merantau ke Paris, Perancis, untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Lucio pun memutuskan masuk tentara sebagai jalan pintas menghindari kelaparan.

Bosan menjadi tentara karena terus-menerus diperintah, dia pun pergi ke Paris untuk menyusul kakak perempuannya. Di sana dia bekerja sebagai buruh bangunan. Dari situlah dia berhubungan dengan kelompok kelas pekerja Marxist. Tapi dari berbagai faksi ideologi kiri, dia lebih memilih menjadi kelompok anarkis atau anarko sindikalis. Alasannya sederhana: “Saya menolak diperintah.”

Di situ dia berkenalan dengan Quico Sabate, buronan perampok bank legendaris yang juga seorang anarkis. Dia ikut menemani Quico saat merampok bank. Pada perampokan pertama Lucio juga sempat gugup dan kembali kencing di celana. Tapi perampokan itu sukses. Setelah sukses, Lucio belajar tentang bagaimana Quico membagi uang rampokan. Uang rampokan dibagi tiga. Yang pertama buat organisasi anarkis di Paris. Bagian kedua untuk keluarga kelompok anarkis Spanyol di Paris yang tengah berada di tahanan. Sedang bagian sepertiga terakhirnya baru untuk yang merampok.

Kisah Lucio Urtuba mengalahkan bank terbesar di Amerika

Bertolt Brecht barangkali benar saat berkata, “Kejahatan merampok bank tidak sebanding dengan kejahatan mendirikan bank,” seperti tertera di awal film. Mungkin ini juga yang diyakini Quico dan Lucio.

Lucio tertangkap di sebuah pertemuan kelompok anarkis Spanyol oleh polisi. Sedang Quico lolos. Tapi belakangan Quico tewas tertembak polisi saat tengah melakukan aksi perampokan baru. Lucio sendiri belakangan dibebaskan setelah tak ada bukti yang ditemukan polisi di apartemen sederhananya.

Setelah Quico wafat, Lucio punya ide membuat dolar AS palsu. Ia menukar dolar palsu itu dengan mata uang Franc Prancis. Ia kemudian membagi-bagikan hasilnya sesuai yang dia pelajari saat merampok. Selain pada keluarga kelompok anarkis yang tengah ditahan, ia juga membagikan pada mereka yang miskin dan papa.

Berkat uang palsu dolar AS itu, ia pernah bertemu Che Guevara, saat kawan Fidel Castro itu berkunjung ke Paris. Ia punya ide revolusioner untuk menghancurkan Amerika: membanjiri dunia dengan dolar palsu yang dia cetak di percetakan kecil yang dia beli dari hasil merampok. Che hanya tersenyum mendengar idenya saat bertemu Lucio di kamar kecil dengan bantuan Duta Besar Kuba di Paris. “Dibutuhkan lebih dari itu,” kata Che Guevara singkat.

Gagal meyakinkan Che, Lucio tetap berupaya untuk mengedarkan dolar palsu untuk menghancurkan induk kapitalisme yaitu Amerika. Tapi dia dan calon istrinya kemudian ditangkap. Namun karena catatan kejahatannya bersih, Lucio hanya menjalani penjara beberapa bulan. Selepas dari penjara dan punya anak, dia kembali menjadi buruh bangunan. Bertahun-tahun dia bekerja jadi buruh bangunan meski tetap hadir di rapat-rapat kelompok anarkis.

Suatu hari saat gajian dia dibayar oleh bosnya dengan cek perjalanan. Ia awalnya ragu menerima. Tapi ternyata mencairkannya mudah, Maka ia pun punya gagasan untuk memalsukan cek perjalanan. Agar lebih memukul imperalis Amerika, dia mencoba memalsu cek perjalanan yang dikeluarkan First National City Bank, bank terbesar di AS saat itu.

Dengan latar belakang seorang aktivis anarkis, dia mengerahkan jaringan anggota kelompok anarkis untuk mencairkan cek perjalanan itu secara serentak di berbagai kota Prancis. Tepat jam 12 siang. Aksi kejahatan serentak dan terkoordinasi itu membuatnya menjadi pembobolan cek perjalanan terbesar dalam sejarah.

Ia memang kemudian ditangkap. Tapi ini bukan akhir cerita. Akhir cerita justru amat mengejutkan dan “happy ending” karenanya tak perlu diungkap di sini. Patut dibilang Lucio adalah seorang “Robin Hood” modern –seperti sebutan media massa Perancis– sekaligus juga seorang negoisator ulung. Karena faktanya pihak bank kemudian membatalkan gugatan hukum mereka.

Ia pun menjadi panutan dan kerap disebut sebagai Bapak Anarko Sindikalis zaman modern. Ia wafat tiga tahun lalu, tahun 2020 dalam usia 89 tahun, dan tetap sebagai orang bebas. Ia sempat menuliskan dua buku kisah hidupnya. Sungguh sebuah kisah menarik di malam minggu yang basah karena hujan pertama di Jakarta Timur…

“Catur adalah perang di atas papan. Tujuan utamanya adalah menghancurkan pikiran lawan.” (Bobby Fischer)

Saya baru saja menonton dua film berturut-turut. Yang pertama adalah film serial Netflix tahun 2020 berjudul “Queen’s Gambit” yang tengah menjadi tren dan jadi percakapan pecatur dunia macam Garry Kasparov dan Judith Polgar. Film ini bisa ditonton secara online dengan mengetik di Google “nonton film Queen’s Gambit (2020).” Bila link muncul di mesin pencari tinggal klik dan tonton.

Sayangnya film itu merupakan kisah fiksi. Film itu berangkat dari sebuah novel tentang seorang puteri yatim piatu yang bermain catur sejak umur 9 tahun. Ia diajari catur oleh penjaga rumah yatim di basement gedung sehingga menjadi pecatur wanita belia yang menumbangkan lawan-lawannya tanpa ampun, termasuk sang juara dunia dari Uni Sovyet. Sebuah kisah serial yang menarik. Satu-satunya kekurangan: kisah ini kisah fiksi.

Selepas menonton film itu saya jadi teringat sebuah film yang beberapa tahun lalu saya tonton dan akhirnya saya tonton lagi. Judulnya “Pawn Sacrifice” atau pengorbanan bidak catur. Sama seperti film terdahulu, film keluaran tahun 2004 ini juga bisa ditonton secara online dengan cara mengetik “nonton film Pawn Sacrifice (2004)” di Google. Bila sudah muncul link film itu tinggal klik dan tonton.

Perbedaan yang mendasar dengan film terdahulu, kali ini film ini berangkat dari kisah nyata seorang pecatur jenius, salah satu pecatur terhebat yang pernah ada di muka bumi. Film ini merupakah kisah nyata Bobby Fischer, seorang bocah ajaib, yang menjadi Grand Master (GM) catur termuda dalam sejarah pada masanya. Ia meraih gelar GM catur dalam usia 15 tahun. Ia juga menjadi pecatur Amerika Serikat satu-satunya yang berhasil menjadi juara dunia catur di Kejuaraan Dunia Catur tahun 1972 setelah meruntuhkan dominasi raksasa catur dunia, Uni Sovyet. Ia mengalahkan juara bertahan dari Sovyet, Boris Spassky dengan skor 12,5 – 8,5.

Fischer memang menyukai catur sejak usia dini. Ia biasa bermain seorang diri sejak usia 6 tahun. Kemudian dia selalu mengalahkan lawan-lawannya orang dewasa. Ia lalu dibawa ibu dan kakak perempuannya ke sekolah catur di Brooklyn. Ibunya mengaku kegilaan Fischer pada catur membuat ibunya bingung dan sempat membawanya ke psikiater. Ia dibawa ke sekolah catur agar berhenti main catur setelah mengalami kekalahan. Ia dilatih oleh Ketua Brooklyn Chess Club, Carmine Nigro. Carmine terkesima melihat bakat besar Fischer. Peringkat 20 catur di New York ini memang mengalahkan Fischer pada permainan pertama. Tapi setelah itu ganti Fischer yang mengalahkannya.

Setelahnya Bobby Fischer tak terbendung. Berbagai turnamen catur dia menangkan dengan nilai nyaris sempurna alias hampir tak pernah terkalahkan. Pada usia 13 tahun dia menjuarai Kejuaraan Catur Yunior Amerika. Pada usia 14 tahun dia menjadi pecatur termuda yang menyabet gelar sebagai juara catur se-Amerika dalam US Chess Champhion. Dan puncaknya ia memperoleh gelar Grand Master (GM) catur termuda dalam sejarah, yakni pada usia 15 tahun.

Tapi mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dunia catur. Dan jalan itu tak gampang. Ia mengandeng seorang pengacara yang bertindak menjadi agennya dan seorang pastor sebagai sekondan tandingnya. Sang pastor adalah seorang pecatur juga, dan pada saat muda dia pernah mengalahkan Fischer.

Tapi jalan Fischer tak selamanya lempang. Saat mengikuti tur dunia untuk persiapan kejuaraan dunia, kakak perempuannya, Joan, prihatin melihat perkembangan jiwa adiknya. Dari surat-surat yang dia terima dia melihat adiknya mengalami gangguan jiwa berupa skizofrenia paranoid. Bobby merasa ada konspirasi di dunia ini, yakni antara Sovyet dan kaum Yahudi yang ingin menghabisinya, “Padahal saya dan Bobby adalah keturunan Yahudi,” kata Joan ke pengacara Bobby.

Sang pastor yang jadi sekondan lawan tanding Bobby juga pernah mewanti-wanti. Menurutnya kejeniusan dan kegilaan dalam catur hanya terpisah tipis seperti sehelai rambut. Karena dalam sejarah catur di Amerika tahun 1800-an, ada juga pecatur jenius sebelum Bobby Fischer. Dia adalah Paul Moprhy. Morphy berhasil mengalahkan para master catur di seluruh Eropa. Tapi pada usia 22 tahun dia mengundurkan diri karena mulai mengalami delusi dan kecurigaan yang berlebihan. Ia akhirnya mati bunuh diri pada usia 47 tahun. Namun ketika Bobby tengah menuju puncak karirnya sebagai penantang utama juara dunia catur, tindakan membawa Bobby ke psikiater dia anggap kurang bijak. Karena hal itu malah bisa membuat kejeniusannya hancur. “Seperti memberi air suci,” katanya mengibaratkan.

Kejeniusan memang dekat dengan kegilaan. Dan tindakan aneh Bobby Fischer yang dipicu oleh penyakit mentalnya bertambah parah. Ia merasa dimata-matai. Teleponnya merasa disadap. Ia merasa mau diracun, dibuntuti terus-menerus dan semacamnya. Sebuah ciri-ciri penyakit kejiwaan yang bernama skizofrenia paranoid. Pengacara yang menjadi agennya serta sang pastor hanya bisa menemani sebisa mungkin. Seraya memberi permakluman atas semua keanehan Bobby Fischer.

Puncak dari ‘kegilaan’ Fischer adalah pada saat Kejuaraan Dunia 1972 ketika dia menjadi penantang utama juara bertahan asal Sovyet, Boris Spassky. Pada pertandingan pertama dia merasa terganggu oleh bunyi kamera TV, batuk penonton, yang dia sebut menganggu konsentransinya saat digelar di hall utama. Akhirnya dia kalah dari Spassky karena melakukan sebuah langkah konyol. Maka, dia pun meminta agar pertandingan dipindah ke ruangan bermain ping-pong di gudang yang lebih sunyi. Dan sebagai keseriusan, dia tak datang ke pertandingan kedua. Alhasil dia tertinggal 0-2 dari Spassky.

Untunglah Spassky setuju pertandingan dipindah ke ruang ping-pong. Di sini Fischer mengamuk. Dia mengalahkan Spassky dua kali dan sekali draw. Akhirnya hasil sementara seri: 2,5-2,5. Setelah skor mereka sama, Fischer kemudian bersedia untuk bertanding kembali di hall utama. Di sini Fischer mengeluarkan pembukaan yang tidak ada dalam buku teks catur maupun yang pernah dia lakukan. Hal itu membuat Spassky terkesima dan akhirnya kalah dengan hasil akhir 12,5-8,5. Bobby Fischer akhirnya menjadi Juara Dunia Catur tahun 1972 dan menjadi satu-satunya pecatur dari Amerika yang berhasil membobol dominasi Sovyet atas catur dunia di era Perang Dingin.

Karirnya kemudian meredup. Ia menghilang dari muka publik. Nasibnya bahkan tragis karena dibelit kemiskinan. Pada tahun 1980 dia sempat ditangkap karena mengemis.

Pada tahun 1992 dia kembali menggelar pertandingan ulang dengan Boris Spassky yang juga dia menangkan. Sayanganya pertandingan digelar di Yugoslavia yang saat itu tengah mendapat sanksi dari PBB dan Amerika. Akibatnya kewarganegaraannya sebagai warga negara AS dicabut dan surat penangkapan atas dirinya dikeluarkan pemerintah AS. Sehingga dia menjadi orang tanpa tanah air alias eksil.

Islandia, tempat kejuaraan dunia catur tahun 1972 digelar, akhirnya menawarkan dia warga negara dan dia akhirnya menjadi warga negara Islandia sampai dia meninggal dunia pada tahun 2008.

Dalam wawancaranya di akhir film, sosok asli Bobby Fischer berkata: “Catur sejatinya merupakan pencarian terhadap kebenaran, bukan? Dan saya sedang mencari kebenaran…” Dan untuk sampai ke sana memang tidak selamanya semua jalan berakhir mulus.


Pada hari Rabu, 13 Oktober 2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan permohonan uji materi atas UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum, terhadap UUD 1945. Permohonan itu diajukan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) serta sejumlah pemohon lain.

Dengan mengabulkan gugatan pemohon, Mahkamah Konstitusi telah membuat kejaksaan tak memiliki lagi taji dan wewenang untuk melarang penerbitan buku.

Sementara, selama hampir setengah abad, rezim-rezim yang memerintah negeri ini menggunakan UU No 4/PNPS/1963 tersebut sebagai dasar hukum untuk memberangus kebebasan berekpresi warga. Dalam kurun waktu tersebut lebih dari dua ribu judul buku yang diproduksi dengan tujuan menyampaikan informasi, hasil-hasil studi, pendapat, cita-cita, dan refleksi, dilarang dan dibakar oleh penguasa.

Untuk merayakan pencabutan pelarangan buku tersebut, Penerbit Arung Aksara menerbitkan kembali buku yang pada tahun 2001 masuk ke dalam daftar buku-buku yang dibakar oleh Aliansi Anti Komunis.

Buku ini tidak dijual di toko buku. Melainkan secara gerilya dari tangan ke tangan, atau melalui kiriman paket. Sebab jika lewat toko buku harganya bisa naik dua kali lipat.

Ada pun spesifikasi buku tersebut:

Judul Buku: Melenyapnya Negara, Perspektif Lenin

Penulis: Edy Haryadi

Kata Pengantar: Budiman Sudjatmiko

Harga buku: Rp 50.000/eksemplar

Ongkos kirim: Rp 15.000 (khusus luar Jakarta)

Dalam kota Jakarta : Cash On Delivery (bayar setelah buku diterima)

Kontak/WA Penjual:  0813 10 274 674

*****

Resensi Buku
NEGARA DALAM PANDANGAN LENIN

Sumber: KOMPAS, Minggu, 05-11-2000. Halaman: 5

Judul : Melenyapnya Negara, Perspektif Lenin

Penulis : Edy Haryadi

Kata Pengantar: Budiman Sudjatmiko

Penerbit : Komunitas Studi untuk Perubahan

Edisi : September 2000

Tebal : (xxi + 153) halaman

EFORIA wacana kiri nampaknya sedang melanda khasanah penerbitan buku di Indonesia. Hadirnya buku Pemikiran Karl Marx yang ditulis oleh Frans Magnis-Suseno pada pertengahan tahun 1999, seakan menjadi pembuka bagi kemunculan buku-buku yang banyak mengupas pemikiran dari tokoh-tokoh kiri. Sebut saja seperti buku Madilog karya Tan Malaka, Che Guevara Sang Revolusioner, dan Zaman Bergerak yang mengupas sosok dan pemikiran Semaun tokoh PKI, dan masih banyak lagi yang lain.

Membongkar wacana kiri, rasanya belum lengkap kalau tidak menghadirkan tokoh yang satu ini. Dialah seorang revolusioner yang dilahirkan pada tanggal 10 April 1870 di kota Simbrisk, bernama Vladimir Ilyich Lenin. Buku tentang Lenin yang ditulis oleh Edy Haryadi ini, mencoba menghadirkan sosok dan pemikiran tokoh revolusi Rusia itu, terutama teori negara yang pernah menjadi cikal bakal berdirinya negara Uni Sovyet.

***

TEORI Negara yang dikemukakan Lenin berdasarkan teori Marxis yang intinya bahwa negara adalah alat dari sebuah kelas yang berkuasa. Karena itu, menurut Marx, negara bukanlah lembaga di atas masyarakat yang mengatur masyarakat tanpa pamrih, melainkan alat dalam tangan kelas-kelas atas, untuk mengamankan kekuasaan mereka.

Jadi negara pertama-tama tidak bertindak demi kepentingan umum, melainkan demi kepentingan kelas-kelas atas (F.M. Suseno, 199: 120). Dengan dasar-dasar inilah kemudian Lenin dalam level praktis merumuskan teori Marxis ketika terjadi perdebatan dengan kaum anarkis dan kaum sosialis reformis yang dituangkan dalam buku berjudul Negara dan Revolusi.

Buku yang ditulis Lenin bulan Agustus-September 1917 memuat secara khusus soal “melenyapkan negara.” Keberadaan buku ini setidaknya bisa digunakan dalam dua hal. Pertama, sebagai kritik keluar (terhadap teori-teori borjuis) yang mengatakan bahwa “adanya negara adalah untuk mendamaikan kelas-kelas”. Kedua sebagai kritik ke dalam, atau ditujukan untuk “memurnikan” teori negara Marxis terhadap unsur-unsur disintepretasi, baik dari para revisionis, maupun yang anarkis seperti Kautsky dan Proudhon (hal 116-117).

Hal itulah yang kemudian membedakan Lenin dengan teoritisi Marxis lainnya setelah Marx meninggal. Pemurnian kembali teori Marxis bagi Lenin mempunyai arti penting, karena dia percaya: Tanpa teori revolusioner tidak mungkin ada gerakan revolusioner.

Pandangan Marxis yang menyatakan bahwa sejarah dari dulu hingga sekarang selalu ditandai oleh pertentangan antarkelas menjadi dasar utama dalam teori negara yang dikemukakan Lenin. Hal ini dikatakannya dalam pidato di depan Kongres III Liga Komunis yang dihadiri oleh 600 orang delegasi pada tanggal 2 Oktober 1920.

Saat itu Lenin berkata bahwa masyarakat lama dibangun berdasar prinsip merampok atau dirampok, bekerja pada orang lain atau membuat orang lain bekerja padamu, menjadi pemilik budak atau seorang budak. Menurut Lenin, kondisi seperti itulah yang merendahkan umat manusia, dan perlu ada perjuangan untuk meninggikan martabat manusia, yaitu melalui revolusi.

Maka dari itu, Lenin menambahkan bahwa revolusi adalah festival dari kaum tertindas dan terhisap. Tidak akan pernah massa rakyat sanggup tampil ke depan dan berperan aktif sebagai pencipta sistem sosial baru, kecuali pada waktu revolusi (hal 122).

Dengan revolusi inilah kaum proletar akan merebut kekuasaan negara dan mendirikan pemerintahan diktaktur proletariat. Artinya dengan menggunakan kekuasaan negara, kaum proletar akan menindas kaum kapitalis agar mereka jangan sampai menggunakan kekayaan dan fasilitas yang dimilikinya untuk menggagalkan revolusi proletariat dan mengembalikan keadaan lama (F.M. Suseno 1999: 169)

Jadi kediktaktoran proletariat perlu untuk mencegah segala kemungkinan sebuah revolusi balasan dari sisa-sisa kaum kapitalis. Dengan demikian hak milik atas tanah dan pabrik-pabrik serta alat-alat produksi lainnya menjadi milik negara.

Tujuan yang diharapkan adalah hilangnya perbedaan kelas dalam masyarakat dan dengan sendirinya kediktaktoran proletariat juga hilang karena tidak ada kelas-kelas yang perlu diawasi dan ditindas lagi. Dengan hilangnya kelas-kelas dalam masyarakat, negara menjadi kehilangan relevansinya. Negara kemudian “melenyap” (hal 26).

Dalam pandangan Marx, melenyapnya negara berkaitan erat dengan tahap-tahap dalam ekonomi. Tahap pertama adalah masyarakat sosialis di mana “setiap orang memiliki hak yang sama atas hasil kerja yang sama.” Tahap berikutnya adalah masyarakat komunis yaitu ketika perlawanan kaum kapitalis sudah lenyap karena tidak ada lagi kelas-kelas, barulah negara melenyap. Oleh karena itu untuk melenyapkan sama sekali negara, dibutuhkan komunisme yang penuh (hal 133).

***

KEBESARAN nama Uni Sovyet dalam percaturan politik dunia, tidak akan lepas dari nama Lenin. Kelahiran Uni Republik Sosialis Sovyet (URRS) yang merupakan usulan Lenin pada bulan Desember 1922, adalah hasil revolusi rakyat Rusia pada tahun 1917 yang berhasil menggulingkan Tsar serta menghancurkan feodalisme dan kekuasaan aristokrasi. Revolusi itu tergolong lambat dibandingkan dengan revolusi yang terjadi di Inggris dan Perancis (hal 46).

Awal keterlibatan Lenin dalam memperjuangkan nasib kelas buruh dimulai setelah ia dikeluarkan dari Universitas Kazan. Pada tahun 1893, Lenin pergi ke St Petersbrug, dan pada tahun 1895 ia mendirikan ‘Liga Pembebasan Kelas Buruh (LPKB)’ yang memiliki arti penting bagi perjuangan kelas buruh.

Akibat dari aktivitasnya, Lenin dan para pemimpin LPKB ditangkap oleh pemerintah Tsar tahun 1895. Walaupun hidup dalam penjara, Lenin tetap melakukan kerja-kerja revolusionernya; ia menulis sebuah pamflet yang berjudul Mogok (On Strike) dan leaflet yang berjudul Pada Pemerintah Tsar yang isinya membeberkan penindasan penguasa (hal 53).

Pada tahun 1894 melalui bukunya yang berjudul What the Friend the People are dan How They Fight the Social Democrat, Lenin mengajukan gagasan bahwa kelas buruh dan kaum tani adalah dua kekuatan besar yang sanggup menggulingkan kekuatan Tsar. Gagasan ini kemudian diwujudkan dengan dibentuknya Partai Marxis Rusia yang mempunyai program nasionalisasi tanah dan membentuk diktaktur proletariat.

Partai itu mengalami perkembangan yang begitu pesat, dan pada saat diadakannya kongres kedua PBSDR tanggal 17 Juli 1903 di London, mayoritas peserta kongres menerima usulan program-program dari Lenin. Sejak itulah Lenin dan para pengikutnya disebut kaum Bolshevik (kaum Mayoritas) dan saingan mereka disebut kaum Menshevik (kaum minoritas).

Pertentangan antara dua kubu ini terus berlangsung setelah berakhirnya kongres. Dan melalui bukunya yang berjudul One Step Forward, Two Steps back, Lenin menelanjangi pandangan-pandangan kaum Menshevik. Buku yang dipublikasikan pada bulan Mei 1904, menjelaskan prinsip-prinsip organisasi yang bisa membantu atau memandu PBSDR (hal 62).

Keberhasilan Revolusi Oktober 1917 merupakan bukti bahwa taktik ala pabrik model Lenin-lah yang berhasil membawa Bolshevik mencapai kemenangan untuk menggulingkan Pemerintahan Sementara. Yang dilakukan Lenin ketika berhasil merebut kekuasaan pertama-tama adalah mengganti aparatur serta jaringan orang-orang yang loyal pada Tsar sebagai agen eksekutif untuk tugas pemerintahan (hal 77).

Tantangan yang harus dihadapi oleh Lenin selain berasal dari kekuatan luar (Jerman) juga berasal dari dalam sendiri (pendukung Tsar dan unsur Pemerintahan Sementara) yang didukung oleh Inggris, Perancis, Jepang, dan Amerika. Mereka ingin menggulingkan kekuasaan Sovyet Rusia dan menghidupkan kembali sistem borjuis (hal 79).

Pada masa itulah kondisi ekonomi di Sovyet mengalami krisis yang hebat. Banyak terjadi kekurangan daging dan roti serta kelaparan yang melanda kaum buruh dan pabrik-pabrik berhenti berproduksi karena kekurangan bahan baku dan bahan bakar. Dengan semboyan “Semuanya untuk front!” serta dengan menerapkan kebijakan “Komunisme Perang.” Lenin dapat mempertahankan pemerintahan Sovyet dari jurang kehancuran (hal 80).

Kesungguhan Lenin dalam membangun Sovyet patut dijadikan teladan. Kehidupannya yang susah di zaman Tsar, pekerjaan yang sangat berat dalam bidang teori maupun praktek dan akibat lukanya karena percobaan pembunuhan, menyebabkan kondisi yang buruk bagi Lenin. Pada tanggal 21 Januari 1924 jam 06.50 pagi, seluruh rakyat pekerja Rusia bersedih karena sang Revolusioner itu meninggal. Lenin mengalami pembekuan urat-urat otak yang mencapai tingkat pengapuran karena penggunaan tenaga jauh melewati batas. Semua dokter yang menghadiri pemeriksaan mayat Lenin sangat heran ketika melihat otaknya (hal 45).

(Akhmad Fauzie, staf Eros: Psychology and Social Change Studies)

sumber: http://penerbitarungaksara.wordpress.com/2010/11/25/stop-press-cetak-ulang-karya-lenin/

*****

Di tengah situasi ekonomi-politik yang muram akibat imperialisme dan kebijakan neo-liberal, Kedai Kopi Nusantara menggeluarkan gebrakan baru.

Kedai kopi yang khusus hanya menjual kopi dan teh produk asli Indonesia ini, mengundang pecatur Percasi, Pantang Sana, yang memiliki elo rating 2070, untuk melakukan pertandingan eksibisi. Tempat dan waktunya sudah dipilih secara seksama.

Tempatnya adalah di Kedai Teh dan Kopi Nusantara. Kedai ini terletak di Jalan Abdullah Syafe’i Nomer 51, Casablanca, Tebet, Jakarta Selatan. Sedang waktu yang dipilih adalah hari Sabtu, 4 Desember 2010, jam 19.00-selesai.

Pantang rencananya akan melawan tiga pecatur secara simultan. Kebetulan ketiga lawannya adalah bekas aktivis penumbang Soeharto tahun 1998.

Menurut AJ Susmana, manajer Kedai Kopi Nusantara, persoalannya, eksibisi ini akan menguji apakah taktik dan strategi penggulingan Soeharto masih relevan saat  hal itu diurai di papan kotak hitam-putih yang berjumlah 64 itu.

“Atau, apakah, taktik dan strategi itu kini hanya tinggal kenangan. Seperti kapak perunggu di musium purbakala,” tandas Susmana. (EH)

Koalisi Cinta 100 % Indonesia

——————————————————————————————————-

KKomunitas Kretek, Komunitas Jamu Indonesia, Aliansi Pencinta Batik, Srikandi Indonesia, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia,


———————————————————————————-

Cabut Pergub DKI No 88/2010,

Lawan Skenario Intervensi Korporasi Farmasi Asing

Negara seharusnya bersikap netral. Salah satunya dengan cara memperlakukan setiap warga negara secara adil tanpa diskriminasi[1]. Tapi, faktanya tidak demikian. Bukan sekali-dua, negara menjadi alat perpanjangan tangan kepentingan modal asing. Ironisnya, ini terjadi berulang kali dalam sejarah republik ini berdiri, terutama sejak Soeharto berkuasa.

Lucunya lagi, tragedi itu kembali terulang pada masa reformasi. Salah satunya ditunjukkan secara telanjang oleh Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 88 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur No 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.

Dalam peraturan baru ini, hak perokok di Jakarta semakin dipersempit. Tempat-tempat khusus merokok yang semula ada di tempat kerja dan tempat umum seperti mal, hotel, dan restoran seperti diamanatkan peraturan yang lebih tinggi, ditiadakan.[2] Seperti pesakitan, para perokok diusir dari dalam gedung.[3]

Tidak cukup sampai di sini, mulai tanggal 1 November 2010 ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kabarnya akan mulai melakukan sweeping di tempat-tempat umum. Sebuah gerakan yang mengingatkan kita pada Adolf Hitler tahun 1945. Sebab, gerakan sweeping rokok, sejatinya memang pernah dicontohkan oleh Partai Nazi di Jerman sebagai pelopor fasisme.[4]

Bagi kami, kebijakan Pergub DKI No 88/2010 ini mengherankan. Ketika Jakarta masih dilanda kemacetan dan teror banjir seperti yang kita rasakan akhir-akhir ini, Gubernur Fauzi Bowo yang sering mengklaim dirinya sebagai “ahlinya Jakarta” justru lebih memprioritaskan penghapusan ruang merokok di seluruh gedung pemerintah, mal, restoran dan cafe sebagai program utama.

Sebelumnya, sebagai pencinta produk asli Indonesia, terutama rokok kretek, kami memang memilih diam. Tapi, kami belajar dari kebijaksanaan waktu: bahwa yang busuk akhirnya akan terbongkar.  Dan skandal intervensi korporasi farmasi asing itu akhirnya mencuat.

Skandal itu mulai terkuak sejak Muhammadiyah mengeluarkan fatwa merokok  haram bulan Maret 2010 lalu. Karena pada saat bersamaan diketahui adanya aliran dana sebesar 393,234 dolar U$ atau Rp 3,5 miliar ke Muhammadiyah dalam rangka mengeluarkan fatwa haram rokok. Dana itu berasal dari Michael R. Bloomberg, pengusaha Yahudi yang kini menjabat sebagai Wali Kota New York, melalui Bloomberg Initiative.[5]

Bloomberg Initiative itu juga menggelontorkan puluhan miliaran rupiah ke berbagai LSM dan instansi pemerintahan yaitu:

1)    Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Bogor sebesar US$ 228,224 atau sekitar Rp 2 Miliar

2)    Lembaga Demografi UI, sebesar US$ 280,755 atau sekitar Rp 2,5 Miliar dan US$ 40,654 atau sekitar Rp 3,6 Miliar

3)    Dirjen pengendalian penyakit tidak menular Depkes sebesar US$ 529,819 atau sekitar Rp 4,7 Miliar

4)    Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Tobacco Control Working Group, sebesar US$ 491,569 atau sekitar Rp 4,4 Miliar

5)    Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sebesar US$ 455,911 atau sekitar Rp 4,1 Miliar dan US$ 210, 974 atau sekitar Rp 1,8 Miliar

6)    Pusat Pengendalian Tembakau dan Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IPHA) sebesar US$ 12,800 atau sekitar Rp 1,1 Miliar

7)    Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Pusat Studi Agama dan Masyarakat, sebesar US $ 454.480 atau sekitar Rp 4 Miliar.

(lebih lengkap lihat lampiran)

Dan bukan kebetulan, tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi itu berdiri di garda depan untuk melakukan lobi dan kampanye anti rokok.

Salah satu produknya adalah Pergub DKI N0 88/2010 yang dikeluarkan bulan April 2010. LSM rekanan Pemprov DKI dalam kampanye anti rokok adalah Swisscontact Indonesia Foundation (SIF).[6]

Melalui organisasi “Smoke Free Jakarta” yang berkantor di Kantor Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Swisscontact Indonesia bermitra dengan Pemprov DKI. Menurut laporan Bloomberg Initiative, Swisscontact Indonesia adalah penerima bantuan sebesar US$ 360.952 atau sekitar Rp 3,2 miliar untuk program membebaskan Jakarta dari asap rokok melalui pembuatan peraturan.[7]

Persoalannya, Michael R. Bloomberg, bukan tak memiliki kepentingan. Benar, dua tahun lalu dia bersama Bill Gates melancarkan kampanye dan pengumpulan dana bersama untuk gerakan anti rokok sebesar US$ 375 Juta. Bloomberg menyumbang US$ 250 Juta. Jumlah yang fantastis. Mengingat bahwa Bill Gates sebagai orang terkaya dunia saja hanya menyumbang US$ 125 Juta.[8]

Sekilas, terkesan Bloomberg tak memiliki kepentingan apa-apa terhadap isu perang anti rokok. Tapi fakta itu menipu. Bloomberg nyatanya memiliki hubungan khusus dengan industri farmasi.[9]

Teman dekat sekaligus penasehatnya, William R. Brody, adalah salah satu Direktur Novartis, perusahaan farmasi nomer empat terbesar dunia dengan pasar penjualan senilai 125 miliar dollar U$.[10] Tak mengherankan, Michael Bloomberg selalu tutup mata dengan ulah dan lobi MNC farmasi.[11] Bahkan, patut diduga Bloomberg Intiative adalah alat terselubung untuk memobilisasi dana korporasi farmasi asing untuk melakukan kampanye anti rokok dalam skala gigantik.

Bagaimana dengan Bill Gates? Jawabannya sama saja. Istrinya, Melinda Gates, sejak tahun 2005, membeli saham drugstore.com, sebuah perusahaan farmasi online. Pada kuartal pertama tahun 2005, perusahaan farmasi online ini berhasil menjual produk farmasi dengan nilai US$ 99,6 Juta.[12]

Maka, jelas, di belakang Pergub DKI No 88/2010 itu ada skenario intervensi korporasi farmasi asing. Target skenario global korporasi farmasi asing itu jelas agar orang berhenti merokok. Dan untuk berhenti merokok itu harus ada penanganan atas ketagihan nikotin. Dari situlah terbuka jalan lapang bagi pemasaran terapi atau obat-obatan yang dikenal sebagai Nicotine Replacement Therapy (NRT) yang sudah mereka ciptakan sejak tahun 1991. Bentuk  NRT adalah koyo, permen, inhaler dan obat.[13]

Indonesia, dengan jumlah perokok cukup tinggi, jelas merupakan pasar ideal bagi korporasi farmasi asing yang membuat dan memasarkan NRT.

Perselingkuhan gerakan anti rokok dan korporasi perusahaan farmasi asing ini memang mulai menemukan momentum pada tahun 1991. Hal itu bermula saat pemerintah Amerika Serikat meluluskan NRT bernama Nicotrol yang diproduksi Pfizer pada tahun 1980 dan dipasarkan oleh Jhonson and Jhonson (J & J), sebagai terapi berhenti merokok.

Pendiri Jhonson & Jhonson adalah Jenderal Robert Jhonson. Ia meninggal tahun 1968 dengan meninggalkan warisan sebesar 1,2 miliar dolar U$ untuk digunakan mendirikan Robert Wood Jhonson Foundation. Hingga hari ini yayasan ini memiliki 40 Juta lembar saham di J & J dengan nilai lebih dari US$ 3 Miliar.

Maka, seperti kata pepatah, apa yang baik bagi Jhonson & Jhonson, baik pula bagi Robert Wood Jhonson Foundation. Khususnya untuk memasarkan temuan terapi rokok ke pasar.Ini dilakukan dengan tiga cara, mempeluas daerah larangan merokok, menaikkan pajak rokok, dan pada akhirnya memusnahkan pabrik-pabrik rokok.

Sejak tahun 1991, Robert Wood Jhonson Foundation telah mengucurkan US$ 450 Juta, untuk proyek anti rokok, di antaranya US$ 10 Juta untuk kampanye menaikkan harga cukai rokok dan US$ 99 Juta dalam rangka melobi kebijakan negara untuk memperluas kawasan bebas merokok. Salah satu LSM yang menerima kucuran dana ini adalah Tobacco-Free Kids yang turut aktif menggalang gerakan anti-rokok di Indonesia.[14]

Pemain korporasi farmasi asing lain yang mengembangkan terapi dan obat subtitusi rokok di antaranya adalah Pfizer, Novartis dan GlaxoSmithKline. Pfizer adalah produsen farmasi terbesar kedua dunia dengan omset 145  miliar dollar U$/tahun. Novartis adalah produsen farmasi terbesar keempat dengan omzet US$ 125 miliar/tahun. GlaxosmithKline adalah produsen nomer enam terbesar dunia dengan omzet US$ 94 miliar/tahun. [15]

Pada akhir tahun 1990, Pfizer dan Glaxo membiayai secara penuh anggota WHO untuk membentuk World Health Organisation’s Tobacco Free Initiative. Pada saat konferensi ke 11 World Conference on Tobacco di Chicago tahun 2000, Yayasan Jhonson memberi US$ 4 Juta dan Glaxo ikut berperan sebagai partner.  Pfizer sendiri mengucurkan dana US$ 33 Juta untuk membentuk organisasi anti-rokok.

Hasil kampanye anti rokok secara besar-besaran ini kemudian berimplikasi penting pada produk terapi dan obat berhenti merokok yang mereka buat.  Pada tahun 1999, Nicorette produksi GlaxoSmithKline terjual US$ 570 Juta/tahun. Tahun 2007, Chatix produk Pfizer terjual US$ 883 Juta.[16]

Dengan demikian, bisa disimpulkan, Pergub DKI No 88/2010 yang berbau fasisme dan diksriminatif ini merupakan bagian dari skenario pemasaran industri farmasi asing khususnya untuk produk NRT.

Selain hak perokok bakal tergilas, niscaya, cepat atau lambat, rokok kretek, yang mempekerjakan jutaan petani tembakau akan rontok. Padahal, rokok kretek seperti halnya batik, dan jamu, merupakan produk asli Indonesia.  Karena itu kami secara tegas menolak skenario kebijakan kepentingan korporasi farmasi asing  yang akan membuat  warisan budaya asli bangsa Indonesia luluh-lantak.

Oleh karena itu, kami menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Cabut Pergub DKI No 88/2010

2. Lawan Skenario Intervensi Korporasi Farmasi Asing

3. Selamatkan Industri Nasional

Demikian, pernyataan sikap ini kami sampaikan. Terima kasih.

Jakarta, 29 Oktober 2010

Suroso

Koordinator

(0813 16 444 509)


[1] Pasal 28 H ayat 2 UUD 1945: “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.”

[2]Pasal 23 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan: “Pimpinan atau penanggung jawab tempat umum dan tempat kerja yang menyediakan tempat khusus untuk merokok harus menyediakan alat penghisap udara sehingga tidak menganggu kesehatan bagi yang tidak merokok.”

[3] Pasal 18 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 88 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur No 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok: “Tempat khusus merokok harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a, terpisah secara fisik dan terletak di luar gedung; b. Tidak berdekatan dengan pintu keluar masuk gedung.” Bandingkan dengan pasal 18 Peraturan Gubernur No 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok: “Tempat khusus atau Kawasan merokok harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:  a. tempatnya terpisah secara fisik atau tidak bercampur dengan kawasan dilarang merokok; b. dilengkapi alat penghisap udara atau memiliki sistem sirkulasi udara; c. dilengkapi asbak atau tempat pembuangan puntung rokok. d. dapat dilengkapi dengan data dan informasi bahaya merokok bagi kesehatan.”

[1] Lih4) Lihat Tobacco control movement, di situ ditulis: “The Nazi Party imposed a tobacco ban in every German university, post offpost office, military hospital and Nazi Party office, under the auspices of Karl Astel’s Institute for Tobacco Hazards Research, created in 1941 under oorders from Adolf Hitler. Major anti-tobacco campaigns were widely broadcast by the Nazis until the demise of the regime in 1945.” (http:/(http://en.wikipedia.org/wiki/Anti-smoking_movement). Lihat juga Anti-tobacco movement in Nazi Germany (http:/(http//en.wikipedia.org/wiki/Anti-tobacco_movement_in_Nazi_Germany)

[5] Lihat Bloomberg Initiative to Reduce Tobacco Use Grant Programs (http://tobaccocontrolgrants.org/Pages/40/What-we-fund). Laporan ini khusus hibah untuk Indonesia. Lucunya, laporan di website ini kemudian ditutup lagi, setelah media massa Indonesia ramai memberitakan. soal aliran dana tersebut berkenaan dengan fatwa haram rokok Muhamadiyah. Anehnya lagi, saat bisa kembali diakses nama Muhamadiyah sebagai penerima hibah Bloomberg menghilang.

[6] Lihat Apa Smoke Free Jakarta.? (http://www.smokefreejakarta.or.id/?q=node/1). Smoke Free Jakarta adalah organisasi yang dibuat oleh Pemda DKI Jakarta, Swisscontact Indonesia Foundation (SIF) dan International Union Against Tuberculosis & Lung Disease.

[7] Lihat Bloomberg Initiative to Reduce Tobacco Use Grant Programs, op.cit.

[9] Lihat The Drug Lords, The Men Who Run The Global Phamaceutical Industry (http://247wallst.com/2010/02/26/the-drug-lords-the-men-who-run-the-global-phamaceutical-industry/)

[10] Lihat biografi singkat William R. Brodi di situs Novartis. (www.novartis.com/downloads/cv/Biography_William_Brody_EN.pdf).  Lihat juga Wiliam R Brody di Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/William_R._Brody)

[12] Lihat Melinda Gates continues buying drugstore.com shares , sumber: (http://www.bizjournals.com/seattle/stories/2005/05/09/daily11.html)

[13] Baca Wanda Hamilton; Nicotine War, Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat, penerbit Insistpress, 2010.

[15] Lihat The Drug Lords, The Men Who Run The Global Phamaceutical Industry, op.cit

[16] Lihat  Christopher Snowdon, The Anti-Smoking Movement. Christopher Snowdon adalah penulis buku Verlvet Glove, Iron Fist. (http://velvetgloveironfist.blogspot.com/2010/10/anti-smoking-movement.html)

Lampiran 1

Fakta Intervensi Asing

Bantuan Bloomberg di Indonesia untuk Program Anti Rokok )*

(1) Kota Bogor 100% Bebas  Rokok

Penerima: Dinas Kesehatan Kota Bogor

Program ini dimaksudkan untuk menjadikan Kota Bogor 100 % terbebas dari rokok pada tahun 2010 yang ditunjukkan dengan implementasi sebuah kebijakan. Langkah-langkah itu termasuk di dalamnya pembentukan komite kontrol tembakau yang akan memonitor dan mengevaluasi. Program ini juga bertujuan untuk menjadikan transportasi umum 100% bebas rokok, kampanye pengurangan tembakau di iklan dan membangun jaringan stake holders.

Nilai                : US$ 228,224 atau sekitar Rp 2 Miliar )**

Program         : Maret 2009-Februari 2011

(2) Advokasi Kebijakan Pajak tembakau yang efektif di Indonesia

Penerima: Lembaga Demografi UI

Mempengaruhi pembuat kebijakan di Indonesia untuk mengusahakan kebijakan harga dan menaikkan pajak tembakau. Program ini akan dicapai melalui kegiatan advokasi yang relevan dan peningkatan kapasitas untuk menaikkan pajak tembakau kepada para pembuat kebijakan dan stakeholder lainnya.

Nilai                : US$ 280,755 atau sekitar Rp 2,5 Miliar

Program         : Oktober 2008-Juli 2010

(3) Membangun Sistem kesehatan masyarakat di Indonesia untuk menerapkan pengendalian tembakau yang efektif

Penerima: Dirjen pengendalian penyakit tidak menular

Program ini dimaksudkan untuk melatih tim NCDC dan memperkuat kapasitas mereka untuk mengembangkan dan menerapkan strategi pengendalian tembakau nasional dan untuk mendukung kegiatan pengendalian tembakau di sedikitnya tujuh provinsi, dengan fokus pada lingkungan 100% bebas asap rokok. Komite pengarah di level provinsi akan dibentuk.

Nilai                : US$ 529,819 atau sekitar Rp 4,7 Miliar

Program         : September 2008-Agustus 2010

(4) Mendukung Kontrol Tembakau

Penerima: Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Tobacco Control Working Group

Nilai                : US$ 491,569 atau sekitar Rp 4,4 Miliar

Program         : September 2009-Agustus 2011

(5) Memobilisasi dukungan publik terhadap fatwa agama untuk Pengendalian Tembakau dan untuk mendukung Petisi FCTC WHO (Framework Convention on Tobacco Control)

Penerima: Muhammadiyah

Proyek ini akan mencari dukungan dari kelompok-kelompok antar-agama untuk pengendalian tembakau dan petisi FCTC. Mendorong keputusan fatwa ulama tentang pelarangan merokok untuk diimplementasikan di seluruh Indonesia, melalui penerbitan dan penyebarluasan fatwa agama tentang bahaya penggunaan tembakau di kalangan Muhammadiyah / Lembaga Islam, konsensus dan advokasi tentang kebijakan agama pada penggunaan tembakau.

Nilai                : US$ 393,234 atau sekitar Rp 3,5 Miliar

Program         : November 2009-Oktober 2011

(6) Advokasi Pelarangan Iklan Rokok untuk Melindungi Hak Anak

Penerima: Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Mengadvokasi secara komprehensif larangan iklan rokok

Nilai                : US$ 455,911 atau sekitar Rp 4,1 Miliar

dan US$ 210, 974 atau sekitar Rp 1,8 Miliar

Program         : Mei 2008-Mei 2010

(7) Capacity Building Kesehatan Masyarakat untuk Kontrol Tembakau

Penerima: Yayaysan Swisscontact Indonesia

Program ini bertujuan untuk membebaskan Jakarta dari asap rokok yang ditunjukkan dengan keluarnya kebijakan kontrol tembakau. Termasuk di dalamnya mendorong banyak sektor masyarakat untuk melakukan kegiatan dalam dua tahun. Mendorong terbentuknya komite penegakan udara bersih Jakarta yang bertugas monitoring dan evaluasi pelaksanaan kontol tembakau

Nilai                : US$ 360,952 atau sekitar Rp 3,2 Miliar

Program         : Mei 2009-April 2011

(8) Rapat Jaringan Pengendalian Tembakau Indonesia (LSM) untuk Perencanaan 2009

Penerima: Pusat Pengendalian Tembakau dan Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IPHA)

Menyelenggarakan pertemuan LSM untuk mengembangkan kegiatan strategis dalam mendukung kebijakan pengendalian tembakau tahun 2009

Nilai                : US$ 12,800 atau sekitar Rp 1,1 Miliar

Program         : Januari 2009-Mei 2009

(9) Advokasi kebijakan

Penerima: Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Mempengaruhi pembuat kebijakan di Indonesia untuk melakukan kontrol tembakau melalui kebijakan harga dan pajak tembakau yang efektif

Website : www.idfeui.org

Nilai                : US$ 40,654 atau sekitar Rp 3,6 Miliar

Program         :Jun 2008-Agustus 2008

(10) Advokasi untuk dan Daerah Bebas Asap Rokok dan Kebijakan Larangan Beriklan di Jawa

Penerima: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Pusat Studi Agama dan Masyarakat
Melakukan advokasi untuk wilayah bebas asap rokok di Jawa dan membantu dalam pengembangan kapasitas lembaga, untuk meningkatkan kesadaran publik pengendalian tembakau melalui kampanye pendidikan berkelanjutan, untuk melakukan advokasi legislatif pada Gubernur DKI Jakarta, melalui monitoring Peraturan Daerah, dan peraturan pemerintah tentang daerah bebas asap rokok, dan untuk berkolaborasi dengan LSM lain, instansi pemerintah dan media untuk meluncurkan kampanye media yang berkelanjutan.

Nilai                : US $ 454.480 atau sekitar Rp 4 Miliar

Program         : Mei 2008-Mei 2010

)* Lihat Bloomberg Initiative to Reduce Tobacco Use Grant Programs (http://tobaccocontrolgrants.org/Pages/40/What-we-fund). Laporan ini khusus hibah untuk Indonesia. Lucunya, laporan di website ini kemudian ditutup lagi, setelah media massa Indonesia ramai memberitakan. soal aliran dana tersebut berkenaan dengan fatwa haram rokok Muhamadiyah. Anehnya lagi, saat bisa kembali diakses nama Muhamadiyah sebagai penerima hibah Bloomberg menghilang

)** Asumsi 1 US$ adalah Rp 9.000

*******

Kampung Jakarta punya andil di balik “keberanian harapan” seorang Obama.

JUM’AT, 16 JANUARI 2009, 20:40 WIB

Edy Haryadi, Rika Panda Pardede, Harriska Farida Adiati, Bayu Galih

VIVAnews – Mata tua Israela Pareira menerawang. Di tengah hujan Jakarta, perempuan berusia 65 tahun itu mencoba keras mengembalikan kenangannya pada sebuah adegan di dalam kelas, puluhan tahun silam.

***

Suatu hari di bulan Mei 1970. Di ruang kelas tiga SD Santo Fransiskus Asisi, Menteng Dalam, Jakarta Selatan, tengah berlangsung pelajaran Bahasa Indonesia. Oleh guru kelas, setiap murid ditugasi membuat tulisan singkat bertema “Cita-citaku.”

Setelah dikumpulkan dan diperiksa satu-persatu, sang guru terkejut. Sementara rata-rata murid menulis ingin jadi pilot, insinyur, atau dokter, satu orang tanpa ragu menulis: jadi presiden!

Tak pelak murid itu jadi pembicaraan di antara guru. “Nama anak itu Barry Soetoro,” Israela mengenang.

Israela, wanita berdarah Flores, adalah guru di SD Asisi itu. Dan Barry Soetoro tak lain adalah Barack Obama, presiden terpilih Amerika Serikat yang kemenangan fenomenalnya dipuja-puji telah membuka harapan baru bagi dunia.

Selama tiga tahun Barry bersekolah di SD Fransiskus Asisi. Seingat Israela, bocah Amerika ini masuk SD Asisi tahun 1968, saat sekolah itu baru berdiri satu tahun. Di tahun 1971, dia lalu pindah ke SDN 01 Menteng, Jakarta Pusat, saat adik tirinya, Maya Soetoro, lahir. Setelah itu dia kembali ke Hawaii, Amerika Serikat.

Pada masa itu SD Asisi belum seperti sekarang. Lapangan dan lantai sekolah masih berupa tanah merah. Murid-murid tak berseragam dan banyak yang hanya mengenakan sandal. Karena jumlah kelas terbatas, sekolah hanya berlangsung dua jam tiap hari, mulai pukul 07.30 hingga 09.30.

Tiap pagi, dari rumahnya di sebuah gang sempit di Jalan Kyai Haji Ramli No. 16 RT 11 RW 15, Menteng Dalam, Barry berjalan kaki menuju sekolah. Jaraknya memang tidak terlalu jauh. Tak sampai 50 meter.

Dia selalu berangkat sekolah diantar ibu kandungnya, Ann Dunham, wanita kelahiran Wichita, Texas, Amerika Serikat. Berbeda dengan ibunya yang seputih susu, kulit Barry hitam gelap. Maklum, ayah Barry berasal dari Kenya.

Ke sekolah, kenang Israela, dandanan Barry selalu rapi. Kemeja putih tangan pendek dan celana pendek di bawah dengkul menjadi ciri khasnya. Dia juga selalu membawa bekal: setakup roti bermentega ditaburi mesies.

Saat masuk sekolah, Barry berumur tujuh tahun. Dia lahir di Honolulu, Hawaii, 4 Agustus 1961. Seingat Israela, yang mendaftarkan Barry sekolah adalah Lolo Soetoro, ayah tirinya. Karena Lolo seorang muslim, sesuai kebiasaan di mana agama anak dicatat mengikuti ayah, maka di buku induk sekolah ketika itu Barry tercatat beragama Islam.

Ann Dunham bercerai dengan ayah kandung Barry, Barack Obama Sr., saat anak mereka berumur dua tahun. Ann lalu menikah lagi dengan Lolo, yang saat itu kuliah di Universitas Hawaii. Mereka lalu pindah ke Jakarta saat Soeharto yang baru naik ke panggung kekuasaan Republik menarik pulang mahasiswa Indonesia yang berada di luar negeri.

***

Barry memang sudah “aneh” sedari kecil. Tak hanya bercita-cita sebagai presiden, menurut bekas pengasuhnya, Liah, 51 tahun, bocah ini pun suka berpidato. Salah satu tokoh yang kerap ia tiru pidatonya adalah Soeharto. “Sampai bisa,” kata Liah yang biasa disapa Mbak Non itu.

Bila berpidato, Barry selalu menghadap ibu dan ayah tirinya. Liah diminta berdiri tegak di belakang Barry, seperti lagaknya seorang ajudan. Semua harus diam, tak boleh berisik. Jika Liah menggaruk kakinya karena gatal, Barry akan mengulang pidato, sampai menurutnya semua berjalan sempurna.

Hal lain yang diingat Liah, Barry bukan tipe bocah yang gampang ngambek. Oleh anak-anak di pemukiman padat penduduk itu, Barry kerap diejek dengan sebutan “negro”. Toh, ia menanggapinya dengan tertawa-tawa saja.

Yunaldi Askiar, 46 tahun, mengamini tabiat teman kecilnya di SD Asisi ini. Sepulang dari sekolah, Barry sering bermain di rumah Yunaldi. Kebetulan mereka bertetangga. Rumah Barry bernomor 16, sedangkan Yunaldi 18.

Sembari tertawa, Yunaldi mengakui dulu dia dan teman-temannya yang lain memang sering meledek Barry “negro.” Menanggapinya, Barry hanya tertawa-tawa. Ia paling balas mengejek dalam bahasa Inggris—yang tak dipahami Yunaldi dan teman-temannya. Atau, sesekali dalam bahasa Indonesia yang terpatah-patah. Salah satu ejekan balasan favoritnya adalah ini: “Kampung!”

Ketika itu, kata Yunaldi bernostalgia, Barry sering mereka ajak berenang di empang belakang SD Asisi. Supaya tak ketahuan ibunya, sebelum pulang Barry biasanya numpang mandi dulu di rumah Yunaldi.

Di antara mereka, Barry kecil dikenal paling pintar bicara. Bermodalkan bahasa gado-gado ia selalu ngotot mendebat teman-temannya dalam segala hal. Yunaldi dan teman-temannya mengaku selalu kalah dalam urusan satu ini—boleh jadi, itu juga karena mereka tak paham maksudnya saat Barry menyerocos dalam bahasa Inggris. “Kalau kita kalah ngomong, dia kita jitakin,” kata Edi Kusnaedi, 47 tahun, teman kecilnya yang lain.

***

Kurun waktu empat tahun (1967-1971) yang dilalui Barry di Indonesia rupanya membekas lebih dalam. Berlarian di lapangan tanah dan berenang di empang berlumpur tak sekadar meninggalkan masa kecil yang indah dikenang. Itu juga ternyata membentuk cara pandangnya terhadap dunia.

Dalam bukunya yang terkenal, the Audacity of Hope (Keberanian Harapan), Presiden Obama menulis: “Sebagian besar dari rasa hormat saya terhadap Bill of Rights justru lahir dari pengalaman masa kecil saya di Indonesia dan juga karena saya memiliki keluarga di Kenya–negara-negara di mana hak-hak individu nyaris semata-mata bergantung pada kehendak para jenderal militer dan pada hasrat kaum birokrat yang korup.”

Tiga puluh delapan tahun telah berlalu sejak Barry Soetoro menulis “presiden” sebagai cita-citanya di SD Asisi, Jakarta. Pada 20 Januari 2009, di tangga barat di halaman Gedung Capitol Hill, Washington, D.C., mimpi nan gagah berani itu pun terwujud: Barack Obama, Presiden Amerika Serikat ke-44.

sumber:  VIVAnews

Baca Juga:

John Mccain Tantang Obama Bermain Catur

Barack Obama Menang

Garry Kasparov: Manusia Catur

V. Anand: Pertahanan India

Wafatnya Bobby Fischer

(Dua kali batal, akhirnya Presiden Amerika Serikat Barack Obama datang juga ke Indonesia. Kunjungannya memang amat singkat, hanya kurang dari 24 jam, Tapi Obama telah berhasil memikat hati bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari pidatonya di Universitas Indonesia, Rabu 10 November 2010,  sebelum dia berangkat ke Korea  Selatan. Obama karenanya boleh disebut sebagai seorang maestro catur di kehidupan nyata. Ketulusan dan keyakinannya untuk mengkoreksi tesis Samuel P. Huntington bahwa abad modern adalah the clash of civilizations, benturan peradaban antara negara maju dan Islam. Ini adalah bagian terpenting dari langkah kuda Barack Obama. Padahal teori Huntington itulah yang menjadi landasan pembenaran bagi George Bush jr untuk menganeksasi Irak dan mendeklarasikan war of terror, di bawah nasehat para hawkish,  politisi ultrakonservatif dari Partai Republik. Maka berikut adalah teks lengkap pidato Obama yang bersejarah di UI, Depok itu.  Pidato ini  dikutip dari vivanews.com)

Terima kasih atas sambutan yang hangat ini. Terima kasih kepada semua penduduk Jakarta. Dan terima kasih bagi seluruh bangsa Indonesia.

Saya senang akhirnya bisa berkunjung ke negeri ini dengan ditemani oleh Michelle. Tahun ini, kami telah dua kali gagal datang ke Indonesia. Namun, saya berkeras untuk menyambangi sebuah negeri yang amat bermakna bagi saya ini. Sayangnya, lawatan ini begitu singkat. Tapi saya berharap bisa datang lagi tahun depan pada saat Indonesia menjadi tuan rumah KTT Asia Timur.

Sebelum berbicara lebih jauh, saya ingin menyampaikan bahwa doa dan perhatian kami tertuju kepada para korban bencana tsunami dan gunung meletus baru-baru ini, khususnya bagi mereka yang kehilangan orang tercinta serta tempat tinggal. Amerika Serikat senantiasa ada di sisi pemerintah dan bangsa Indonesia dalam menghadapi bencana alam ini, dan kami akan dengan senang hati menolong semampunya. Sebagaimana tetangga yang mengulurkan tangan kepada tetangganya yang lain, dan banyak keluarga menampung orang-orang yang kehilangan rumah, saya tahu bahwa kekuatan dan ketahanan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan sanggup mengangkat kalian keluar dari kesusahan ini.

Saya akan memulai dengan pernyataan sederhana: Indonesia bagian dari diri saya. Pertama kali saya bersentuhan dengan negeri ini adalah ketika ibu saya menikahi seorang pria Indonesia bernama Lolo Soetoro. Sebagai seorang bocah, saya terdampar di sebuah dunia yang berbeda. Namun, orang-orang di sini membuat saya merasa berada di rumah saya sendiri.

Pada masa itu, Jakarta terlihat begitu berbeda. Kota ini disesaki gedung-gedung yang tak begitu tinggi. Hotel Indonesia adalah salah satu bangunan tinggi. Kala itu, ada sebuah pusat perbelanjaan baru bernama Sarinah. Jumlah becak jauh lebih banyak daripada kendaraan bermotor. Dan jalan raya tersisih oleh jalan-jalan kampung tak beraspal.

Kami tinggal di Menteng Dalam, pada sebuah rumah mungil yang halamannya ditumbuhi sebatang pohon mangga. Saya belajar mencintai Indonesia pada saat menerbangkan layang-layang, berlarian di sepanjang pematang sawah, menangkap capung, dan jajan sate atau bakso dari pedagang keliling. Yang paling saya kenangkan adalah orang-orangnya: lelaki dan perempuan sepuh yang menyapa kami dengan senyumnya; anak-anak yang membuat seorang asing seperti saya jadi seperti tetangga; dan guru-guru yang mengajarkan keluasan dunia.

Karena Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ratusan bahasa, dan orang-orang dari berbagai daerah dan suku, periode saya tinggal di negeri ini melapangkan jalan bagi saya menghargai kemanusiaan. Walau ayah tiri saya, sebagaimana orang Indonesia umumnya, dibesarkan sebagai seorang Muslim, ia sepenuhnya percaya bahwa semua agama patut dihargai secara setara. Dengan cara itu, ia mencerminkan semangat toleransi keberagamaan yang diabadikan dalam Undang-undang Dasar Indonesia yang tetap menjadi salah satu ciri negeri ini, yang tentunya memberi inspirasi.

Saya tinggal di kota ini selama bertahun-tahun — sungguh suatu masa yang membentuk masa kecil saya; suatu masa yang menjadi saksi bagi kelahiran adik saya yang manis, Maya; dan suatu masa yang telah memesona ibu saya sehingga ia terus-menerus menghampiri Indonesia 20 tahun kemudian untuk tinggal, bekerja dan bepergian – mengejar hasratnya mendorong terbukanya kesempatan di pedesaan Indonesia khususnya bagi perempuan. Sepanjang hidupnya, negeri ini, beserta orang-orangnya, tetap tersimpan di hati ibu saya.

Begitu banyak yang berubah dalam empat dekade ini sejak saya kembali ke Hawaii. Jika kalian bertanya kepada saya – atau teman sekolah pada masa itu yang mengenal saya – saya yakin tak ada di antara kami yang mampu menyangka bahwa saya akan kembali ke negeri ini sebagai Presiden Amerika Serikat. Dan beberapa orang semestinya bisa meramalkan kisah luar biasa yang melibatkan Indonesia dalam empat dekade terakhir.

Jakarta yang dahulu saya kenal kini telah berkembang menjadi sebuah kota yang dijejali hampir sepuluh juta manusia, gedung-gedung pencakar langit yang membuat Hotel Indonesia terlihat kerdil, serta pusat-pusat kebudayaan dan perdagangan. Dulu saya dan kawan-kawan semasa kanak biasa berkejar-kejaran di lapangan ditemani kerbau dan kambing. Kini, generasi baru Indonesia termasuk dalam golongan paling terhubung dalam jagat komunikasi dunia melalui telepon genggam dan media sosial. Dulu, Indonesia sebagai bangsa yang masih muda berfokus ke dalam. Kini, bangsa ini memainkan peran penting di kawasan Asia-Pasifik dan ekonomi global.

Perubahan ini menjangkau ranah politik. Waktu ayah tiri saya masih kanak, ia menyaksikan ayah dan abangnya pergi berperang dan tewas demi kemerdekaan Indonesia. Saya lega bisa ada di sini tepat ketika Hari Pahlawan untuk mengingat jasa begitu banyak orang Indonesia yang rela berkorban demi negara yang besar ini.

Ketika saya pindah ke Jakarta pada tahun 1967, beberapa daerah di negeri ini baru saja mengalami penderitaan dan konflik yang hebat. Meski ayah tiri saya pernah menjadi seorang tentara, kekerasan dan pembantaian yang terjadi pada masa kekisruhan politik itu tak dapat saya pahami karena keluarga Indonesia dan teman-teman saya memilih bungkam. Di dalam rumah tangga saya, seperti keluarga Indonesia umumnya, peristiwa itu hadir secara sembunyi-sembunyi. Bangsa Indonesia merdeka, tapi rasa takut senantiasa mengikuti.

Pada masa-masa sesudahnya, Indonesia memilih jalurnya sendiri melalui tranformasi demokratis yang luar biasa – dari pemerintahan tangan besi, ke pemerintahan rakyat. Tahun-tahun belakangan, dunia menyaksikan dengan harapan dan rasa kagum usaha bangsa Indonesia merengkuh peralihan kekuasaan dengan jalan damai dan pemilihan kepala negara serta daerah secara langsung. Ketika demokrasi di negeri ini disimbolkan oleh terpilihnya Presiden dan wakil rakyat, ketika itu pula demokrasi dijalankan dan dipelihara melalui kontrol dan keseimbangan (check dan balance): Sebuah masyarakat madani, partai dan serikat politik yang madani; media dan warga negara penuh semangat yang telah yakin bahwa – di dalam Indonesia – tak ada lagi jalan memutar.

Bahkan ketika tanah tempat kemudaan saya pernah berlalu ini telah berubah banyak, hal-hal yang pernah saya pelajari untuk mencintai Indonesia – semangat toleransi yang tercantum dalam Undang-undang Dasar dan terpacak melalui masjid, gereja dan candi, pun tertanam dalam darah bangsa – masih mengalir di tubuh saya. Bhinneka Tunggal Ika – persatuan dalam keragaman. Falsafah itu merupakan pondasi yang dicontohkan Indonesia kepada dunia. Itu sebabnya Indonesia akan memainkan peran penting pada abad ke-21.

Hari ini, saya kembali ke Indonesia sebagai seorang sahabat sekaligus Presiden yang mengharapkan terjalinnya kerja sama erat antar kedua negara. Sebagai negara yang luas dan majemuk, berdamping-dampingan dengan Samudera Pasifik dan, di atas itu semua, demokrasi, Amerika Serikat dan Indonesia ditakdirkan bersama oleh kepentingan dan nilai-nilai yang sama.

Kemarin, Presiden Yudhoyono dan saya menyetujui Kerja Sama Komprehensif yang baru antara Amerika Serikat dan Indonesia. Pemerintahan kedua negara mempererat hubungan di berbagai bidang dan, yang juga penting, memperkuat hubungan antar bangsa. Kerja sama ini tentunya berdasar atas rasa saling membutuhkan dan saling menghormati.

Dengan sisa waktu yang saya miliki hari ini, saya ingin berbagi tentang mengapa kisah yang baru saja saya utarakan begitu penting bagi Amerika Serikat dan dunia. Saya ingin menitikberatkan pembahasan pada tiga hal yang saling berkait-erat serta mendasar bagi kemajuan manusia: Pembangunan, demokrasi dan agama.

Pertama, persahabatan yang terjalin antara Amerika Serikat dan Indonesia dapat memajukan pembangunan yang saling menguntungkan.

Ketika saya hidup di Indonesia, sulit membayangkan sebuah masa depan dimana kemakmuran yang dirasakan oleh banyak keluarga di Chicago dan Jakarta akan berhubungan. Kini, kita ada pada zaman ekonomi global. Bangsa Indonesia telah merasakan risiko dan harapan dari globalisasi: Mulai dari krisis ekonomi Asia yang terjadi pada akhir tahun 1990, dan jutaan orang yang berhasil bangkit dari kemiskinan. Artinya, dan yang akhirnya kita pelajari dari krisis ekonomi barusan, masing-masing dari kita memiliki sumbangsih pada keberhasilan yang diraih pihak lain.

Amerika memiliki sumbangsih terhadap sebagian dari Indonesia yang merasakan kemakmuran, karena tumbuhnya kelas menengah di sini juga berarti timbulnya pasar bagi produk-produk kami seperti juga Amerika merupakan pasar bagi Indonesia. Karena itu, kami menanamkan modal lebih banyak di Indonesia. Ekspor dari Amerika telah naik 50 persen, dan kami membuka pintu bagi pengusaha Amerika dan Indonesia untuk saling berhubungan.

Amerika memiliki sumbangsih terhadap Indonesia, yang memainkan peranannya dalam perekonomian global. Hari-hari ketika tujuh atau delapan negara membentuk kelompok dan menentukan arah perekonomian dunia telah berlalu. Karena itulah saat ini G-20 telah menjadi pusat kerja sama ekonomi internasional: Hal yang memungkinkan negeri seperti Indonesia memiliki suara lebih nyaring dan tanggung jawab lebih besar. Melalui kepemimpinan Indonesia di dalam kelompok G-20 yang memerangi korupsi, negeri ini harus ada di depan pada panggung dunia dengan memberikan contoh baik dalam mempraktikkan transparansi dan akuntabilitas.

Amerika memiliki sumbangsih terhadap Indonesia yang mengejar pembangunan berkelanjutan. Karena cara kita bertumbuh akan mempengaruhi kualitas hidup kita serta kesejahteraan planet yang kita diami. Karena itulah kita mengembangkan teknologi untuk menghasilkan energi bersih yang mampu menopang industri dan menjaga sumber daya alam Indonesia. Amerika menyambut kepemimpinan negeri anda dalam usaha global memerangi perubahan iklim.

Di atas itu semua, Amerika memiliki sumbangsih terhadap keberhasilan manusia Indonesia. Kita harus membangun jembatan yang menghubungkan kedua bangsa karena kita akan berbagi jaminan dan kemakmuran di masa nanti. Itu yang kini sedang kita rintis: Meningkatkan kolaborasi antara ilmuwan dan peneliti kita serta bekerja sama memelihara kewirausahaan. Saya pribadi puas karena kita berhasil meningkatkan jumlah pelajar Amerika dan Indonesia yang meneruskan pendidikan di universitas-universitas yang ada pada kedua negara.

Baru saja saya bicarakan masalah-masalah penting dalam kehidupan kita. Lagipula, pembangunan tak melulu hanya berhubungan dengan tingkat pertumbuhan dan angka-angka dalam neraca. Pembangunan juga menyangkut bagaimana seorang anak mampu mempelajari keahlian yang mereka butuhkan untuk menghadapi dunia yang selalu berubah. Pembangunan berkaitan dengan bagaimana gagasan baik dapat diwujudkan dan tak tercemar dengan korupsi. Pembangunan juga berhubungan dengan bagaiman kekuatan-kekuatan yang telah mengubah Jakarta yang pernah saya kenal – teknologi, perdagangan, arus keluar-masuk orang dan barang – mampu membuat hidup orang jadi lebih baik: Kehidupan uang ditandai dengan martabat dan kesempatan.

Pembangunan semacam itu tak mampu dipisahkan dari demokrasi.

Kini, kita sering mendengar bahwa demokrasi menghalangi pertumbuhan ekonomi. Ini bukanlah alasan baru. Orang akan berkata, khususnya di tengah perubahan dan kondisi ekonomi tak menentu, bahwa pembangunan akan lebih mudah dijalankan dengan mengorbankan hak asasi manusia. Tapi, saya tak melihat itu di India, juga Indonesia. Apa yang kalian telah raih menunjukkan bahwa demokrasi dan pembangunan saling menopang.

Seperti laiknya demokrasi di negara lain, halangan selalu merintangi. Amerika juga mengalaminya. Undang-undang Dasar yang kami miliki menyatakan upaya untuk menempa “penyatuan lebih sempurna.” Kami telah menempuh perjalanan untuk meraih itu. Kami melewati Perang Saudara dan berjuang menegakkan hak-hak pribadi warga negara Amerika Serikat. Usaha itu kemudian membuat kami lebih kuat dan sejahtera serta menjadi sebuah masyarakat yang lebih adil dan bebas.

Seperti negara lain yang bangkit dari pemerintahan kolonial di abad lalu, Indonesia berjuang dan berkorban demi memiliki hak menentukan nasib sendiri. Itulah makna Hari Pahlawan sesungguhnya: Sebuah Indonesia yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Tapi, secara bersamaan, kemerdekaan yang telah didapatkan itu tak pula berarti menggantikan kekuatan kolonial dengan kekuatan pemerintahan lokal.

Tentunya, demokrasi morat-marit. Tak semua pihak menyukai hasil akhir suatu pemilihan umum. Kalian semua mengalami segala suka dan duka. Namun, perjalanan itu patut dilewati karena tak hanya melulu mengenai surat suara. Butuh lembaga yang kuat untuk mengontrol pemusatan kekuatan. Butuh pasar terbuka untuk memungkinkan banyak individu maju. Butuh pers dan sistem peradilan yang independen. Butuh masyarakat terbuka dan warga negara yang aktif untuk melawan ketimpangan dan ketidakadilan.

Yang demikian adalah kekuatan yang akan mendorong Indonesia. Korupsi harus dilawan. Komitmen pada keterbukaan, yang memungkinkan tiap warga memiliki sumbangsih terhadap pemerintahannya, mesti ada. Kepercayaan bahwa kemerdekaan yang telah direbut merupakan hal yang tetap menyatukan negeri ini harus ditumbuhkan.

Itu adalah pesan dari manusia Indonesia yang telah memajukan kisah demokratis ini: Dari mereka yang berperang di Surabaya 55 tahun lampau; kepada para mahasiswa yang tergabung dalam demonstrasi tahun 1990an; kepada para pemimpin yang telah berhasil menjalani transisi kekuasaan secara damai pada awal abad ini. Karena, akhirnya, para warga negara memiliki hak untuk menyatukan Nusantara, yang membentang sepanjang Sabang dan Merauke: Sebuah penegasan bahwa setiap bayi yang lahir di negeri ini wajib diperlakukan dengan adil meski mereka berketurunan Jawa, Aceh, Bali atau Papua.

Upaya-upaya semacam itu ditunjukkan Indonesia kepada dunia. Negeri ini berinisiatif membentuk Forum Demokrasi Bali, sebuah forum bagi negara-negara untuk berbagi pengalaman dalam menjaga demokrasi. Indonesia juga telah berusaha menekan ASEAN memperhatikan hak asasi manusia. Bangsa-bangsa di Asia Tenggara berhak menentukan takdirnya sendiri dan Amerika Serikat akan mendukung upaya itu. Namun, warga Asia Tenggara harus pula memiliki hak menentukan nasib mereka sendiri. Itu sebabnya kami mengutuk pemilihan umum di Burma, yang jauh dari kebebasan maupun keadilan. Itu sebabnya kami menyokong masyarakat madani yang penuh semangat di negeri ini. Tidak ada alasan untuk mencegah penegakan hak asasi manusia di manapun.

Itulah pembangunan dan demokrasi – gagasan bahwa ada nilai-nilai yang sifatnya universal. Kemakmuran tanpa kemerdekaan adalah bentuk lain dari kemiskinan. Manusia memiliki cita-cita bersama: Kebebasan untuk tahu bahwa pemimpinmu bertanggung jawab atasmu dan bahwa anda takkan dibui bila memiliki pandangan yang berseberangan dengannya. Anda memiliki kesempatan belajar dan bekerja dengan kemuliaan. Anda bebas menjalankan kepercayaan yang anda anut tanpa takut dikucilkan.

Agama merupakan topik terakhir yang akan saya bicarakan hari ini dan, seperti layaknya demokrasi dan pembangunan, merupakan hal mendasar bagi kisah Indonesia.

Seperti negara Asia lain yang saya kunjungi, Indonesia tenggelam dalam spiritualitas: Sebuah tempat manusia menyembah Tuhan dengan berbagai cara. Sejalan dengan keberagamannya, Indonesia juga negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia – hal yang telah saya ketahui sejak kecil ketika mendengar lantunan azan di Jakarta.

Suatu Individu tak hanya didefinisikan berdasarkan kepercayaannya. Begitu pula Indonesia. Negeri ini tidak hanya ditetapkan berdasarkan penduduk Muslimnya. Kita juga tahu bahwa hubungan antara Amerika Serikat dan masyarakat Islam telah lama rusak. Sebagai Presiden, saya mendahulukan perbaikan atas hubungan yang rusak ini. Salah satu upaya itu adalah kunjungan ke Kairo pada bulan Juni yang lalu dan keinginan untuk memulai lagi hubungan yang baru antara Amerika Serikat dan umat Islam sedunia.

Waktu itu saya bilang, dan akan saya ulangi sekarang, bahwa tak ada satu pidato pun yang dapat menghapuskan tahun-tahun penuh ketidakpercayaan. Tapi waktu itu saya percaya, demikian pula sekarang, bahwa kita punya pilihan. Kita bisa memilih untuk bisa menetapkan diri kita berdasarkan perbedaan-perbedaan yang kita miliki dan menyerah pada masa depan yang penuh kecurigaan dan ketidakpercayaan. Atau kita bisa memilih untuk bekerja keras demi memelihara persamaan hak. Saya berjanji, apapun rintangannya, Amerika Serikat akan berkomitmen memajukan manusia. Itulah kami. Kami telah melakukannya. Kami akan terus menjalankannya.

Kami tahu baik masalah-masalah yang menyebabkan adanya tekanan bertahun-tahun ini. Kami telah menciptakan kemajuan setelah 17 bulan pemerintahan. Tapi, pekerjaan belum selesai.

Banyak warga tak berdosa di Amerika, Indonesia dan belahan dunia lainnya masih menjadi target kaum ekstremis. Saya telah menegaskan bahwa Amerika tidak sedang memerangi, dan takkan terlibat perang dengan, Islam. Namun, kita semua harus menghancurkan Al-Qaeda dan antek-anteknya. Siapapun yang ingin membangun tak boleh bekerja sama dengan teroris. Ini bukanlah tugas Amerika sendiri. Indonesia telah berhasil memerangi para teroris dan aliran garis keras.

Di Afghanistan, kami terus bekerja bersama beberapa negara untuk membantu pemerintah Afghanistan meretas masa depannya. Kepentingan kami di sana adalah memungkinkan terwujudnya perdamaian yang pada akhirnya mampu memunculkan harapan bagi negeri itu.

Kami juga telah mencatat kemajuan dalam salah satu komitmen utama kami: Upaya mengakhiri perang di Irak. 100 ribu tentara Amerika telah meninggalkan negeri itu. Penduduk Irak telah memiliki tanggung jawab penuh atas keamanan mereka. Kami terus mendukung Irak dalam prosesnya membentuk pemerintahan yang inklusif. Kami juga akan memulangkan seluruh tentara AS.

Di Timur Tengah, kami telah menghadapi permulaan yang gagal serta halangan. Namun, kami juga terus menjaga upaya merengkuh perdamaian. Bangsa Israel dan Palestina memulai kembali perundingan. Namun, masih ada masalah besar di sana. Ilusi bahwa kedamaian dan keamanan akan datang dengan mudah tak boleh muncul. Tapi, singkirkanlah keragu-raguan: Kami takkan menyia-nyiakan kesempatan untuk memperoleh hasil yang adil bagi semua pihak yang bertikai: Dua negara, Israel dan Palestina, hidup berdampingan secara damai dan sentosa.

Penyelesaian atas masalah-masalah itu memiliki taruhan yang besar. Dunia yang kita huni telah menjadi kian kecil. Sementara kekuatan-kekuatan yang menghubungkan kita membuka kesempatan, kekuatan-kekuatan itu juga menyokong pihak yang ingin menghambat kemajuan. Sebuah bom di tengah pasar melumpuhkan kegiatan jual-beli. Sepotong gosip dapat mengaburkan kebenaran dan memicu kekerasan di tengah masyarakat yang sebelumnya hidup rukun. Di zaman ini, ketika perubahan begitu cepat dan berbagai budaya berbenturan, apa yang kita bagikan sebagai manusia dapat musnah.

Saya percaya bahwa sejarah Indonesia dan Amerika mampu memberikan kita harapan. Kisah keduanya tertulis dalam semboyan yang dimiliki oleh negara kita masing-masing. E pluribus unum – beragam tapi bersatu. Bhinneka Tunggal Ika – persatuan dalam keberagaman. Kita dua bangsa yang mengambil jalan masing-masing. Namun kedua negara ini menunjukkan bahwa ratusan juta orang yang memiliki kepercayaan berbeda mampu bersatu dengan merdeka di bawah satu bendera. Dan kita sekarang membangun kemanusiaan melalui anak-anak muda yang akan melalui pendidikan di sekolah masing-masing; melalui wirausahawan yang saling berhubungan demi meraih kemakmuran; dan melalui upaya kita memeluk nilai-nilai demokrasi serta cita-cita manusiawi.

Tadi saya mampir ke Masjid Istiqlal. Rumah ibadah itu masih dalam pengerjaan ketika saya tinggal di Jakarta. Saya mengagumi menaranya yang menjulang, kubah yang megah, serta tempatnya yang lapang. Namun, nama serta sejarahnya juga menjadi saksi kebesaran Indonesia. Istiqlal maknanya kemerdekaan. Bangunan itu sebagiannya merupakan wasiat perjuangan sebuah bangsa menuju kemerdekaan. Terlebih lagi, masjid itu dibangun oleh seorang arsitek Kristen.

Itulah semangat Indonesia. Itulah pesan yang diimbuhkan dalam Pancasila. Di sebuah negeri kepulauan yang berisi beberapa ciptaan Tuhan yang paling elok, pulau-pulau yang menyembul dari samudera, orang bebas memilih Tuhan yang ingin mereka sembah. Islam berkembang, begitu pula ajaran lain. Pembangunan diperkuat oleh demokrasi yang sedang berkembang. Tradisi purba terpelihara meski sebuah kekuatan sedang lahir.

Tapi bukan berarti Indonesia negeri sempurna. Tak ada satu negeri pun yang bisa. Tapi di sini ras, wilayah, dan agama yang berbeda mampu dijembatani. Sebagai seorang bocah yang berasal dari suatu ras dan datang dari sebuah negeri yang jauh, saya menemukan semangat untuk melihat diri sebagai seorang individu dalam ucapan “Selamat Datang”. Sebagai seorang pemeluk Kristiani yang mengunjungi masjid, saya mengutip pendapat seseorang yang ditanyai tentang kunjungan saya: “Orang Islam juga boleh masuk gereja. Kita semua adalah umat Tuhan.”

Ungkapan itu mencetuskan gagasan bahwa sifat ketuhanan ada di dalam diri kita. Kita tak boleh menyerah pada penyangkalan atau sinisisme atau keputusasaan. Kisah yang melibatkan Indonesia dan Amerika menunjukkan kepada kita bahwa sejarah mengikuti perkembangan manusia; bahwa persatuan lebih kuat daripada perpecahan; dan bahwa warga dunia dapat hidup dengan damai. Semoga kedua negeri kita dapat terus bekerja sama, dengan kepercayaan dan determinasi, menyebarkan kebenaran-kebenaran ini dengan seluruh manusia. *

• VIVAnews